BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah
Perkembangan berpikir anak usia MTs sedang mengalami
perkembangan yang sangat pesat. Dalam masa-masa ini segala potensi kemampuan
anak dapat dikembangkan secara optimal dengan melibatkan berbagai faktor di
antaranya lingkungan, kurikulum, dan sarana yang ada. Di antara potensi anak
yang sedang berkembang pada usia MTs adalah perkembangan berbahasa. Bahasa yang
menjadi alat tuturan resmi bagi kita adalah bahasa Indonesia.
Bahasa Indonesia memiliki peranan yang sangat
penting dalam kehidupan sehari-hari.
Untuk menyampaikan perasaan, mengungkapkan fakta, dan menanyakan suatu hal
orang menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi. Melalui bahasa pula setiap
orang mendapatkan pengetahuan tentang keadaan di sekelilingnya.
Bahasa merupakan ciri khas yang dimiliki manusia
dibandingkan dengan makhluk lain. Keunikan manusia bukanlah terletak pada
kemampuan berfikirnya melainkan terletak pada kemampuan berbahasa.Tanpa
kemampuan berbahasa ini maka kegiatan berfikir secara sistematis dan teratur
tidak mungkin dapat dilakukan. Bahasa memungkinkan manusia berfikir secara
abstrak. Objek-objek yang faktual ditranformasikan menjadi simbol-simbol bahasa
yang bersifat abstrak. Walaupun demikian kemampuan berbahasa manusia tidaklah
sama.
Salah satu media berbahasa adalah berbicara. Berbicara
merupakan salah satu aspek keterampilan berbahasa yang sangat penting perannya
dalam menciptakan siswa yang kreatif dan kritis adalah adalah keterampilan
berbicara. Keterampilan berbicara merupakan keterampilan yang harus dikuasai
siswa. Di dalam pembelajaran berbicara terdapat materi berpidato, mengemukakan
pendapat, bercerita, mengemukakan perasaan dan lain-lain. Materi berbicara
tersebut mengarahkan kepada anak untuk benar-benar mampu dan bisa berkomunikasi
dengan menggunakan bahasa yang baik dan benar. Di dalam pelaksanaan
pembelajaran berbicara sekurang-kurangnya guru harus mampu membimbing siswa
pada kelancaran berbicara.
Pembelajaran berbicara dalam pelaksanaannya, sering
dilukiskan sebagai kegiatan yang belum berlangsung seperti yang diharapkan. Hal
ini terjadi karena siswa menghadapi beberapa permasalahan saat akan berbicara
seperti kesulitan menemukan ide, kosa kata dan kekayaan materi yang akan
disampaikan.
Perkembangan berpikir anak usia MTs sedang mengalami
perkembangan yang sangat pesat. Dalam masa-masa ini segala potensi kemampuan
anak dapat dikembangkan secara optimal dengan melibatkan berbagai faktor di
antaranya lingkungan, kurikulum, dan sarana yang ada.
Di antara potensi anak yang sedang berkembang pada usia
MTs adalah berbicara. Kegiatan berbicara berbeda halnya dengan kegiatan
lainnya, seperti membaca dan menyimak. Hal ini karena dalam berbicara melibatkan
berbagai komponen yang mendukung terhadap keberhasilan berbicara. Di antaranya
penguasaan materi, busana, audiens, penguasaan audiens, dan lain sebagainya.
Berbicara merupakan sebuah proses yang tidak mudah untuk
dilakukan. Proses ini berawal ketika siswa mulai berpikir tentang sebuah
subjek. Dengan mengungkapkan bahwa siswa membutuhkan waktu yang cukup untuk
memikirkan topik yang khusus, menganalisis dan menuangkan secara komulatif ide
dan gagasannya dalam bentuk turturan bermakna, memilih kata-kata yang tepat
untuk mengemukakan ide-ide, dan menuangkannya ke dalam sebuah tuturan. Serangkaian kegiatan di atas menambah
kompleksitas kegiatan berbicara
Secara umum kemampuan berbicara pada anak sangat lemah.
Hal ini dapat dilihat dari data observasi dari 37 siswa kelas 9D hanya hanya 8 orang yang dianggap memiliki
keberanian dan kemampuan berbicara secara jelas. Sisanya mereka mengalami
permasalahan.
Setelah diamati di antara mereka yang mengalami
permasalahan dalam berbicara adalah karena metode yang digunakan guru tidak
menarik sehingga siswa enggan berpikir sehingga miskin ide. Cara belajar mereka
asal asalan dan sebagian yang lain merasa talut dan minder atas kemampuannya.
Berdasarkan uraian diatas beberapa masalah yang terjadi
adalah :
Kurangnya kemampuan siswa dalam
menemukan ide atau topik
Siswa kurang mengoptimalkan kemampuan menganalisis dan
mengklasifikasi informasi. Kurangnya kemampuan siswa dalam memilih kata-kata
yang tepat; dan Mereka bingung bagaimana dan apa yang harus dikemukakan ketika
berbicara.
Dari permasalahan di atas peneliti menyimpulkan keterampilan
berbicara MTsN Tanggeung kelas IX berada pada tingkat yang sangat rendah.
Diksinya lemah, kalimat yang mereka tuturkan tidak efektif, struktur tuturannya
rancu, alur tuturannya pun tidak runut dan kohesif. Maka di sini akan dicoba
diteliti bagaimana cara pemecahan masalah kelemahan berbicara dengan
menggunakan metode bermain peran sehingga siswa memiliki kemampuan bebicara
dengan baik.
1.2 Rumusan
Masalah
Berdasarkan permasalahan di atas maka peneliti menyusun
rumusan masalah sebagai berikut:
a)
Langkah-langkah apa saja yang perlu
dilakukan dalam rangka meningkatkan kemampuan berbicara siswa?
b)
Apakah dengan menggunakan metode bermain peran dapat meningkatkan kemampuan berbicara
siswa?
1.3 Tujuan
Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:
a)
Untuk mengetahui langkah-langkah apa
saja yang perlu dilakukan dalam rangka meningkatkan kemampuan berbicara siswa.
b)
Untuk mengetahui efektivitas
penggunaan metode bermain peran dalam meningkatkan kemampuan berbicara siswa.
1.4 Manfaat
Penelitian
Hasil penelitian ini diharpkan dapat bermanfaat
a)
Bagi peneliti
Bagi peneliti dihararapkan dapat
mengetahui langkah-langkah yang tepat dalam meningkatkan kemampuan berbicara siswa.
Selain itu pula dapat masukan secara empiris langkah yang tepat dalam
menentukan strategi yang akan digunakan ketika pembelajaran berbicara.
b)
Bagi guru
Bagi guru penelitian ini diharapkan
dapat memberi manfaat dalam rangka meningkatkan kreativitas mengajarnya serta
dapat menjadi acuan bahwa kemampuan berbicara itu dapat didukung oleh berbagai
metode yang tepat sehingga pembelajaran semakin menarik.
c)
Bagi madrasah
Bagi madrasah diharapkan dapat
dijadikan sebagai masukan dalam menentukan kebijakan kurikulum di masa yang
akan datang.
d)
Bagi peserta dididk
Bagi peserta didik hasil penelitian
ini diharapkan dapat bermanfaat untuk motivasi pada dirinya untuk lebih
mencintai dan bangga terhadap bahasa persatuan Indonesia yaitu bahasa Indonesia.
Juga mereka termotivasi untuk mengkaji dan mempelajari teknik-teknik berbicara
yang baik untuk kepentingan dirinya kelak. Hal ini karena kemampuan berbicara
yang tinggi dapat meningkatkan kreativitas dan pengaruh yang besar dalam
pergaulan.
BAB
II
KAJIAN PUSTAKA
A.
Berbicara Sebagai Sebuah Komunikasi
1.
Hakikat Komunikasi
Istilah komunikasi atau dalam bahasa
Inggris communication berasal
dari kata bahasa Latin communicatio, yang berasal dari kata communis yang
berarti ‘sama’. Yang dimaksud dengan ‘sama’ di sini adalah sama dalam hal
makna.
Dalam kehidupan sehari-hari, kalau
ada dua orang yang terlibat dalam percakapan baru dapat dikatakan berkomunikasi
jika keduanya memiliki kesamaan makna mengenai apa yang dipercakapkan. Penggunaan
bahasa yang sama belum menjamin terjadinya proses komunikasi. Komunikasi baru
terjadi apabila keduanya mengerti tentang bahasa yang digunakan dan juga
mengerti makna bahan yang dipercakapkan.
Manusia
sebagai makhluk sosial, kegiatan utamanya adalah berkomunikasi. Karena
pentingnya komunikasi bagi kehidupan manusia, maka manusia disebut homo
communicus. Artinya, manusia merupakan makhluk sosial yang selalu
mengadakan hubungan dan interaksi dengan manusia sesamanya karena mereka saling
memerlukan dan juga karena manusia hanya bisa berkembang melalui komunikasi.
Komunikasi sudah menjadi kebutuhan manusia yang esensial. Kehidupan kita
sehari-hari sangat dipengaruhi oleh adanya komuniukasi yang kita lakukan dengan
orang lain, termasuk juga pesan-pesan yang disampaikan oleh orang lain
tersebut.
Hampir setiap orang membutuhkan
hubungan sosial dengan orang lain, dan kebutuhan ini terpenuhi melalui
pertukaran pesan yang berfungsi sebagai jembatan untuk mempersatukan
manusia-manusia yang tanpa berkomunikasi akan terisolasi. Pesan-pesan itu
muncul melalui perilaku manusia. Lihatlah, ketika kita berbicara, melambaikan
tangan, cemberut, bermuka masam, atau memberikan suatu isyarat lainnya, pada dasarnya kita sedang
berperilaku. Perilaku tadi merupakan pesan-pesan. Pesan-pesan itu digunakan
untuk mengomunikasikan sesuatu kepada seseorang.
Perilaku yang merupakan pesan tadi
harus memenuhi dua syarat, yaitu harus diobservasi dan harus mengandung makna.
Perilaku tersebut harus diobservasi oleh seseorang. Jika perilaku tidak
diobservasi oleh orang lain maka tidak ada pesan di sana. Perilaku tersebut
juga harus mengandung makna. Perilaku memiliki makna jika memberikan sesuatu
arti tertentu bagi orang lain. Makna adalah
relatif bagi masing-masing orang, oleh karena masing-masing dari kita
adalah seorang manusia yang unik dengan
suatu latar belakang dan pengalaman-pengalaman yang unik pula.
Efektivitas sebuah komunikasi dapat
dicapai apabila memenuhi minimal lima komponen, yaitu:
1. adanya kesamaan
kepentingan antara komunikator dengan komunikan
2. adanya sikap saling
mendukung dari kedua belah pihak
3. sikap positif, artinya
pikiran atau ide yang diutarakan dapat diterima sebagai sesuatu yang
mendatangkan manfaat bagi keduanya
4. sikap keterbukaan yang
ditampilkan oleh kedua belah pihak
5. masing-masing pihak
mencoba menempatkan diri atau adanya unsur empati pada lawan bicaranya.
Dengan terpenuhinya kelima
komponen komuniukasi tersebut maka proses komunikasi yang dibangun akan menjadi
lebih efektif dan efisien.
Menurut Citrobroto (1979), komunikasi
adalah penyampaian pengertian dari seseorang kepada orang lain dengan
menggunakan lambang-lambang dan penyampaiannya tersebut merupakan suatu proses.
Agar komunikasi bisa berjalan dengan lancar, perlu dipahami bersama
fakor-faktor yang berperan dalam proses komunikasi. Faktor-faktor tersebut
adalah:
1.
Komunikator
Komunikator adalah
tempat berasalnya sumber pengertian yang dikomunikasikan, atau orang atau
sekelompok orang yang menyempaikan pikiran, perasaan, atau kehendak kepada
orang lain.
2.
Berita/pesan
“Pengertian” dari
komunikator yang penyampaiannya diubah
menjadi lambang-lambang. Atau juga ada
yang menyebutnya sebagai lambang yang membawakan pikiran atau perasaan komunikator.
3.
Saluran/media
Saluran atau media
adalah sarana untuk menyalurkan
pesan-pesan atau pengertian atau lambang-lambang yang disampaikan oleh
komunikator kepada komunikan.
4.
Reseptor/komunikan
Reseptor atau komunikan
adalah seseorang atau sejumlah orang yang menjadi sasaran komunikator ketika ia
menyampaikan pesannya.
B.
Hakikat kemampuan Berbicara
Pada
dasarnya kemampuan berbahasa meliputi kemampuan reseptif dan kemampuan
produktif. Kemampuan yang bersifat produktif merupakan kemampuan yang menurut
kegiatan encoding, yaitu kegiatan untuk menghasilkan bahasa kepada pihak lain
baik secara lisan maupun tulisan.1 Kegiatan berbahasa yang bersifat produktif
salah satu diantaranya adalah berbicara.
H.G.
Tarigan menyatakan bahwa : “Berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi
artikulasi atau kata untuk mengekspresikan, meyatakan serta menyampaikan
pikiran, gagasan dan perasaan.”2 Hal senada juga dikemukakan oleh Maidar G.
Arsyad dan Mukti U.S yang menyatakan bahwa :
“Kemampuan
berbicara adalah kemampuan mengucapkan kalimat-kalimat untuk mengekspresikan,
menyatakan, menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan. Pendengar menerima
informasi melalui rangkaian nada, tekanan dan penempatan persendian (juncture).
Jika dilakukan dengan tatap muka, gerak tangan juga berperan.’3
Kemampuan
berbicara juga merupakan kesanggupan, kecakapan untuk menyampaikan pikiran
secara lisan dalam bahasa yang dipelajari oleh pembelajar. Kemampuan berbicara
adalah bagian dari kompetensi komunikatif yang berkaitan erat dalam kegiatan
berbahasa siswa. Diharapkan melalui pengajaran keterampilan berbicara, kita
dapat melihat sebatas mana kemampuan siswa dalam menguasai kaidah dan aspek
kebahasaan yang sedang dipelajari.
Seperti diketahui, kegiatan berbicara
merupakan kegiatan menyampaikan gagasan kepada lawan berbicara pada saat
bersamaan kita menerima gagasan dari lawan bicara melalui alat yang dinamakan
bahasa. Sebagai alat komunikasi, bahasa mencakup dua aspek. Pertama, adalah
bunyi vokal yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Kedua, ialah arti atau
makna yaitu hubungan antara rangkaian bunyi vokal dengan benda atau hal yang
diwkilinya. Seperti yang diungkapkan Keraf :
Bunyi
itu merupakan getaran yang merangsang alat pendengaran kita (yang
diserap panca indra kita), sedangkan arti adalah isi yang terkandung di dalam
arus bunyi yang menyebabkan reaksi atau tanggapan dari orang lain.4
Selain
kedua aspek tersebut, bahasa memiliki aspek yang penting dalam proses berbicara
yaitu pembentukan kata dan penyusunan kata yang termasuk dalam tata bahasa serta
kosa kata atau perbendaharaan kata.
Seseorang
yang ingin berkomunikasi dengan orang lain, pertama sekali ia harus memiliki
kemampuan tentang hal yang ingin disampaikan. Setelah itu, hal yang lebih
penting adalah cara mengkomunikasikannya. Menurut Nurgiyantoro,
“Kemampuan
itu meliputi penguasaan kosakata, kemampuan menyusun kata menjadi kalimat yang
terstruktur yang disesuaikan dengan ide atau gagasan yang hendak disampaikan.”5
Selain
penguasaan unsur kebahasaan, aspek psikologis dan lingkungan juga sangat
menentukan kemampuan berbicara seseorang. Pada umumnya, seseorang yang akan
berbicara dengan bahasa yang sedang dipelajarinya. Pada umumnya, seseorang yang
akan berbicara dengan bahasa yang akan dipelajarinya, baik dihadapan
teman-temannya apalagi penguji yang akan memberikan tes berbahasa lisan, tentu
saja merasa tertekan karena ada tuntutan secara tak langsung bahwa ia harus
mampu berbicara dengan baik dan benar. Dari rasa tertekan ini, maka timbullah
rasa cemas. Kecemasan yang terjadi pada pembelajaran bahasa disebut dengan
kecemasan berbahasa atau lebih dikenal dengan istilah language anxiety.6 Dalam
hal ini, pembelajaran bahasa erat hubungannya dengan komunikasi langsung.
Dilihat
dari segi fisik, munculnya kecemasan berbahasa dicirikan antara lain oleh
jantung berdebar-debar, keluarnya keringat dingin, dan naiknya tekanan darah,
lalu dari segi kemampuan berbicara antara lain : gagap, susunan kata tidak
beraturan, pengulangan kata yang sama dan sebagainya. Oleh karena itu,
seseorang dapat dikatakan sebagai pembicara yang baik apabila menguasai unsur
kebahasaan serta mampu mengendalikan hambatan psikologis.
Tes
kemampuan berbicara harus mempertimbangkan faktor-faktor di atas. Beberapa
bentuk tes yang dapat digolongkan sebagai tes berbicara, antara lain :
(1)
Tes pembicaraan berdasarkan gambar.
(2)
Wawancara
(3)
Bercerita
(4)
Pidato
(5)
Diskusi
Pemberian
tugas untuk bercerita kepada siswa juga merupakan salah satu cara untuk mengungkap
kemampuan berbicara yang bersifat pragmatis. Untuk dapat bercerita, paling
tidak ada dua hal yang dituntut untuk dikuasai siswa, yaitu unsur linguistik
(bagaimana cara bercerita, bagaimana memilih bahasa) dan unsur “apa” yang
diceritakan. Unsur ketepatan, kelancaran, dan kejelasan cerita juga akan
menunjukkan kemampuan berbicara siswa.8
Tugas
bercerita dapat dilakukan berdasarkan pengalaman aktivitas sehari-hari,
pengalaman melakukan sesuatu, atau buku (cerita) yang dibaca. Menurut Maidar
dan Mukti terdapat faktor-faktor kebahasaan dan nonkebahasaan sebagai penunjang
keefektifan berbicara. Yang pertama adalah faktor-faktor kebahasaan, yaitu (1)
ketepatan ucapan, (2) Penempatan tekanan, nada, sendi, dan durasi yang sesuai,
(3) Pilihan kata/diksi, dan (4) Ketepatan sasaran pembicaraan. Selanjutnya,
yang termasuk faktor-faktor nonkebahasaan ialah : (1) Sikap yang wajar, tenang,
dan tidak kaku, (2) Pandangan harus diarahkan kepada lawan bicara, (3)
Kesediaan menghargai pendapat orang lain, (4) Gerak-gerik dan mimik yang tepat,
(5) Kenyaringan suara juga sangat menentukan, (6) Kelancaran, (7) relevansi /
penalaran, dan (8) Penguasaan topik. (9)Memiliki kelebihan dalam berbicara akan
membantu seseorang menjadi seorang pemimpin yang efektif.
Berbicara
adalah aktivitas berbahasa kedua yang dilaksanakan manusia dalam kegiatan
berbahasa setelah aktivitas menyimak. Berdasarkan bunyi-bunyi (bahasa) yang didengarnya itulah kemudian
manusia belajar mengucapkan dan akhirnya mampu untuk berbicara dalam suatu
bahasa yang baik, pembicara harus menguasai lafal, struktur, dan kosa kata
bahasa yang bersangkutan. Di samping itu, diperlukan juga penguasaan masalah
dan atau gagasan yang akan disampaikan, serta kemampuan memahami bahasa lawan
bicara (Nurgiyantoro, 1995:274).
Berbicara
pada hakikatnya adalah sebuah proses komunikasi secara lisan antara pembicara
dan lawan bicara. Menurut Tarigan (1990:15) berbicara adalah kemampuan
mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan
serta menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan. Selanjutnya dijelaskan bahwa
berbicara merupakan suatu sistem tanda-tanda yang dapat didengar (audible) dan
yang kelihatan (visible) yang memanfaatkan sejumlah otot dan jaringan
tubuh manusia demi maksud dan tujuan gagasan-gagasan atau ide-ide yang
dikombinasikan. Berbicara juga merupakan suatu bentuk perilaku manusia yang memanfaatkan
faktor-faktor fisik, psikologis, neurologis, semantik, dan linguistik
sedemikian ekstensif, secara luas sehingga dapat dianggap sebagai alat manusia
yang paling penting bagi kontrol social.
Dengan
demikian, berbicara itu lebih daripada hanya sekedar pengucapan bunyi-bunyi
atau kata-kata. Berbicara adalah suatu alat untuk mengomunikasikan
gagasan-gagasan yang disusun serta dikembangkan sesuai dengan
kebutuhan-kebutuhan sang pendengar atau penyimak.
Jadi,
berbicara itu sebenarnya merupakan suatu proses bukan kemampuan, yaitu proses
penyampaian pikiran, ide, gagasan dengan bahasa lisan kepada komunikan (orang
lain atau diri sendiri).
Dalam berbicara atau berkomunikasi
dengan pihak lain, diperlukan adanya beberapa hal atau unsur. Beberapa unsur dalam proses berbicara atau
proses berkomunikasi tersebut adalah:
1.
pembicara
2.
lawan bicara (penyimak)
3.
lambang (bahasa lisan)
4.
pesan, maksud, gagasan, atau ide
Brook
(dalam Tarigan, 1990:12) menggambarkan proses komunikasi tersebut dalam
peristiwa bahasa sebagai berikut:
PEMBICARA PENYIMAK
Maksud Pemahaman
(pra-ucap) (past-ucap)
Penyandian Pembacaan
sandi
(encoding) (decoding)
Fonasi Audisi
(pengucapan) (pendengaran)
transisi
(peralihan)
Gambar 1: Peristiwa Bahasa (Proses Komunikasi/Berbicara)
(Brooks dalam Tarigan, 1990)
Menurut
Tarigan (1990), tujuan utama dari berbicara adalah untuk berkomunikasi. Agar
dapat menyampaikan pikiran secara
efektif, maka seharusnya sang pembicara memahami makna segala sesuatu yang ingin dikomunikasikan, dia juga harus
mampu mengevaluasi efek komunikasinya terhadap para pendengarnya, dan dia juga
harus mengetahui prinsip-prinsip yang mendasari segala situasi pembicaraan,
baik secara umum maupun perseorangan. Pada dasarnya, berbicara itu memiliki
tiga maksud utama, yaitu:
1.
memberitahukan, melaporkan (to
inform)
2. menjamu,
menghibur (to intertain)
3.
membujuk, mengajak, mendesak, meyakinkan
(to persuade)
Menurut Brooks (dalam Tarigan, 1990)
ada beberapa prinsip umum dalam berbicara yang perlu mendapat perhatian dari
orang yang akan melakukan pembicaraan. Beberapa prinsip umum yang mendasari
kegiatan berbicara tersebut, antara lain adalah:
- Membutuhkan paling sedikit dua orang. Tentu saja pembicaraan dapat
pula dilakukan oleh satu orang, dan hal ini juga sering terjadi di
masyarakat.
- Mempergunakan suatu sandi
linguistik yang dipahami bersama. Meskipun dalam praktik berbicara
dipergunakan dua bahasa, namun saling pengertian, pemahaman bersama itu
juga sangat penting.
- Menerima atau mengakui suatu daerah
referensi umum.
- Merupakan suatu pertukaran
antarpartisipan. Kedua belah pihak
partisipan yang memberi dan menerima dalam pembicaraan saling
bertukar sebagai pembicara dan penyimak.
- Menghubungkan setiap pembicara
dengan yang lainnya dan kepada lingkungannya dengan segera. Perilaku lisan
sang pembicara selalu berhubungan dengan responsi yang nyata atau yang
diharapkan dari sang penyimak dan sebaliknya. Jadi, hubungan itu bersifat
timbal balik atau dua arah.
- Berhubungan atau berkaitan dengan
masa kini.
- Hanya melibatkan aparat atau
perlengkapan yang berhubungan dengan suara atau bunyi bahasa dan
pendengaran.
- Secara tidak pandang bulu
mengahdapi serta memperlakukan apa yang nyata dan apa yang diterima
sebagai dalil. Keseluruhan lingkungan yang dapat dilambangkan oleh
pembicaraan mencakup bukan hanya dunia nyata yang mengelilingi para
pembicara tetapi juga secara tidak terbatas dunia gagasan yang lebih luas
yang harus mereka masuki.
1) Rambu-rambu dalam Berbicara
Suksesnya sebuah pembicaraan sangat tergantung
kepada pembicara dan pendengar. Untuk itu, dituntut beberapa persyaratan kepada
seorang pembicara dan pendengar. Menurut Arsjad (1991) hal-hal yang harus diperhatikan oleh seorang
pembicara adalah:
- Menguasai masalah yang dibicarakan.
Penguasaan masalah ini akan menumbuhkan keyakinan
pada diri pembicara, sehingga akan tumbuh keberanian. Keberanian ini merupakan
salah satu modal pokok bagi pembicara.
- Mulai berbicara kalau situasi sudah
mengizinkan.
Sebelum mulai pembicaraan, hendaknya pembicara
memperhatikan situasi seluruhnya, terutama pendengar.
- Pengarahan yang tepat akan dapat memancing perhatian pendengar.
Sesudah memberikan kata salam dalam membuka pembicaraan, seorang pembicara
yang baik akan menginformasikan tujuan ia berbicara dan menjelaskan
pentingnya pokok pembicaraan itu bagi pendengar.
- Berbicara harus jelas dan tidak
terlalu cepat.
Bunyi-bunyi bahasa harus diucapkan secara tepat dan
jelas. Kalimat harus efektif dan pilihan kata pun harus tepat.
- Pandangan mata dan gerak-gerik yang
membantu.
Hendaknya terjadi kontak batin antara pembicara
dengan pendengar. Pendengar merasa diajak berbicara dan diperhatikan.
Pandangan mata dalam kasus seperti ini sangat membantu.
- Pembicara sopan, hormat, dan
memperlihatkan rasa persaudaraan.
Siapapun pendengarnya dan bagaimana pun tingkat
pendidikannya pembicara harus menghargainya.
Pembicara tidak boleh mudah terangsang emosinya sehingga mudah
terpancing amarahnya.
- Dalam komunikasi dua arah, mulailah
berbicara kalau sudah dipersilakan. Seandainya kita ingin mengemukakan
tanggapan, berbicaralah kalau sudah
diberi kesempatan. Jangan memotong pembicaraan orang lain dan jangan
berebut berbicara.
- Kenyaringan suara.
Suara hendaknya dapat didengar oleh semua pendengar
dalam ruangan itu. Volume suara jangn
terlalu lemah dan jangan terlalu tinggi, apalagi berteriak.
- Pendengar akan lebih terkesan kalau
ia dapat menyaksikan pembicara sepenuhnya. Usahakanlah berdiri atau duduk
pada posisi yang dapat dilihat oleh
seluruh pendengar.
2) Fungsi Berbicara
Dalam kehidupan sehari-hari,
berbicara merupakan salah satu kebutuhan mutlak manusia untuk dapat hidup
bermasyarakat secara baik. Sebagian besar kehidupan kita setiap harinya banyak
didominasi oleh kegiatan berbicara.
Menurut Haryadi (1994) ada beberapa
fungsi berbicara. Berbicara dalam
kehidupan dapat berfungsi sebagai:
- pemenuhan hajat hidup manusia
sebagai makhluk sosial,
- alat komunikasi untuk berbagai
urusan atau keperluan,
- ekspresi sikap dan nilai demokrasi,
- alat pengembangan dan
penyebarluasan ide/pengetahuan,
- peredam ketegangan, kecemasan dan
kesedihan.
3) Berbicara Sebagai Suatu Keterampilan
Berbahasa
Keterampilan berbahasa memiliki
empat komponen yang satu sama lainnya memiliki hubungan yang sangat erat. Keempat
komponen berbahasa tersebut adalah:
- keterampilan menyimak (listening
skills)
2. keterampilan berbicara (speaking skills)
- keterampilan membaca (reading
skills)
- keterampilan menulis (writing
skills)
(Nida, Harris, dalam Tarigan, 1990)
Setiap
keterampilan berbahasa tersebut memiliki hubungan yang erat dengan tiga
keterampilan berbahasa lainnya. Dalam memperoleh keterampilan berbahasa,
biasanya kita melalui suatu hubungan urutan yang teratur: mula-mula pada masa
kecil kita belajar menyimak bahasa, kemudian berbicara, sesudah
itu kita belajar membaca dan menulis.
Untuk mempermudah dalam melihat hubungan
antarkomponen keterampilan berbahasa tersebut, perhatikan gambar berikut
ini.
langsung
apresiatif menyimak komunikasi berbicara
langsung
tatap muka produktif reseptif ekspresif
fungsional
Keterampilan
Berbahasa
tak langsung tak langsung
produktif komunikasi
reseptif
menulis tidak tatap
membaca apresiatif
muka
reseptif
fungsional
Gambar 2:
Keterampilan berbahasa dan hubungannya satu
sama lain (Tarigan, 1990)
Menurut
Harris (dalam Tarigan, 1990) ada beberapa komponen berbahasa yang perlu
mendapat perhatian dalam praktik keterampilan berbahasa. Komponen-komponen
berbahasa tersebut dapat dilihat pada
gambar berikut.
Komponen
|
|
Keterampilan
|
Berbahasa
|
|
|
Menyimak
|
Berbicara
|
Membaca
|
Menulis
|
Fonologi
|
|
v
|
|
|
Ortografi
|
-
|
-
|
V
|
v
|
Struktur
|
v
|
v
|
V
|
v
|
kosa
kata
|
v
|
v
|
V
|
v
|
kecepatan
kelancaran
umum
|
v
|
v
|
V
|
v
|
Gambar
3:
Komponen-komponen
yang perlu mendapat perhatian dalam praktik keterampilan berbahasa
C.
Berbicara dan Pembelajaran Bahasa Indonesia
Keterampilan berbicara dalam mata
pelajaran bahasa Indonesia di MTs saat ini, arah pembinaan bahasa Indonesia di
sekolah dituangkan dalam tujuan pengajaran bahasa Indonesia yang secara
eksplisitdinyatakan dalam kurikulum.
Secara garis besar tujuan utama pengajaran
bahasa Indonesia adalah agar anak-anak dapat berbahasa Indonesia dengan baik.
Hai ini berati agar siswa mampu menyimak, berbicara, membaca, dan menulis
dengan baik menggunakan media bahasa Indonesia ( Samsuri, 1987)
Pengajaran bahasa Indonesia diupayakan
mungkin menguasai keterampilan berbahasa Indonesia, seperti:
1. Menulis laporan ilmiah atau laporan perjalanan
2. Membuat surat lamaran pekerjaan
3. Berbicara di depan umum atau berdiskusi
4. Berpikir kritis dan kreatif dalam membaca
5. Membuat karangan-karangan bebasuntuk majalah, koran, surat-surat
pembaca, brosur-brosur, dan sebagainya.
Kegiatan-kegiatan praktis itulah yang
menjadi tujuan diberikannya keterampilan berbahasa kepada siswa. Siswa mampu
dan bisa melakukan hal-hal yang tertera di atas.
Dalam lampiran Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi
untuk satuan pendidikan dasar dan menengah, khususnya standar kompetensi dasar
mata pelajaran bahasa Indonesia SMP/MTs secara eksplisit dinyatakan bahwa
bahasa memiliki peran sentral dalam perkembangan intelektual, soaial dan
emosional peserta didik dan merupakan penunjang keberhasilan dalam mempelajari
semua bidang studi.
Pembelajaran bahasa diharapkan
membantu peserta didik mengenal dirinya, budayanya, dan budaya orang lain,
mengemukakan gagasan dan perasaan, berpartisipasi dalam masyarakat yang
menggunakan bahasa tersebut, dan menemukan serta menggunakan kemampuan analitis
dan imajinatif yang ada dalam dirinya.
Pembelajaran bahasa Indonesia
diarahkan untuk meningkatkan kemampuan peserta didik untuk berkomunikasi dalam
bahasa Indonesia dengan baik dan benar, baik secara lisan maupun tulis, serta
menumbuhkan apresiasi terhadap hasil karya kesastraan manusia Indonesia.
Standar kompetensi mata pelajaran
bahasa indonesia merupakan kualifikasi kemampuan minimal peserta didik yang
menggambarkan penguasaan pengetahuan, keterampilan berbahasa, dan sikap positif
terhadap bahasa dan sastra Indonesia.
Standar kompetensi ini merupakan dasar bagi peserta didik untuk memahami dan
merespon situasi lokal, regional,nasional, dan global.
Dengan standar kompetensi mata
pelajaran bahasa Indonesia diharapkan
1. Peserta didik dapat mengembangkan potensinya sesuai dengan kemampuan,
kebutuhan, dan minatnya, serta dapat menumbuhkan penghargaan terhadap hasil
karya kesastraan dan hasil intelektual bangsa sendiri.
2. Guru dapat memusatkan perhatian kepada pengembangankompetensi bahasa
peserta didik.
Dengan menyediakan berbagai kegiatan
berbahasa dan sumber belajar
1.
Guru lebih mandiri dan leluasa dalam
menemukan bahan ajar kebahasaan dan kesastraan sesuai dengan kondisi lingkungan
sekolah dan kemampuan peserta didiknya
2.
Orang tua dan masyarakat dapat secara
aktif terlibat dalam pelaksanaan program kebahasaan dan kesastraan di sekolah.
3.
Sekolah dapat menyusun program
pendidikan tentang kebahasaan dan kesastraan sesuai dengan keadaan peserta
didik dan sumber belajar yang tersedia
4.
Daerah dapat menentukan bahan dan
sumber belajar kebahasaan dan kesastraan sesuai dengan kondisi dan kekhasan
daerah dengan tetap memperhatikan kepentingan nasional.
Tujuan Mata pelajaran Bahasa Indonesia
Tujuan mata pelajaran bahasa Indonesia
adalah agar peserta didik
1.
Berkomunikasi secara aktif dan efisien
sesuai dengan etika yang berlaku, baik secara lisan maupun tulis.
2.
Menghargai dan bangga menggunakan
bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan dan bahasa negara.
3.
Memahami bahasa Indonesia dan
menggunakannya dengan tepat dan kreatif untuk berbagai tujuan
4.
Menggunakan bahasa Indonesia untuk
meningkatkan kemampuan intelektualserta kematangan emosional dan sosial
5.
Menikmati dan memanfaatkan karya
sastrauntuk memperluas wawasan, dan memperhalus budi pekerti, serta
meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa.
Menghargai dan membanggakan bahasa dan
sastra Indonesia sebagai khazanah budaya dan intelektual manusia Indonesia.
Sedangkan ruang lingkup mata pelajaran bahasa Indonesia mencakupi komponen
kemampuan berbahasa dan kemampuanbersastra yang meliputi aspek-aspek:
1) Mendengarkan
2) Berbicara
3) Membaca, dan
4) Menulis
Berdasarkan pernyataan tersebut dapat
ditegaskan bahwa keterampilan berbicaramerupakan salah satu aspek kemampuan
berbahasa yang wajib dikembangkan di SMP/MTs. Keterampilan berbicara memiliki
posisi dan kedudukan yang setara dengan aspek keterampilan berbahasa lainnya.
Standar kompetensi dan kompetensi
dasar keterampilan berbicara dalam mata pelajaran bahasa Indonesia di SMP/MTs
berdasarkan standar isi dalam lampiran peraturan Mendiknas nomor 22 tahun 2006
Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar keterampilan berbicara mata pelajaran
bahasa Indonesia adalah sebagai berikut:
1. Mengungkapkan pengalaman dan
informasi melalui kegiatan berbicara dan menyampaikan pengumuman.
a. Menceritakan pengalaman yang paling mengesankan dengan menggunakan
pilihan kata dan kalimat efektif.
b. Menyampaikan pengumuman dengan intonasi yang tepatserta menggunakan
kalimat-kalimat yang lugasdan sederhana.
Berdasarkan standar kompetensi dan
kompetensi dasar tersebutdapat disimpulkan bahwasiswa SMP/MTs diharapkan mampu
mengembangkan dua kompetensi dasar yaitu
1)
Menceritakan pengalaman yang paling
mengesankan dengan menggunakan pilihan kata dan kalimat efektif
2)
Menyampaikan pengumuman dengan
kalimat-kalimat dan intonasi yang tepatserta menggunakan kalimat-kalimat yang
lugas dan sederhana.
Pada penelitian ini lebih difokuskan
pada keterampilan berbicara dalam rangka peningkatan kemampuan berbicara siswa
yang diarahkan agar siswa memiliki kemampuanuntuk
1)
berkomunikasi secara efektif dan
efisien sesuai dengan etika yang berlaku secara lisan
2)
menghargai dan bangga menggunakan
bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan dan bahasa negara.
D.
Tentang Bermain Peran
Metode bermain peran menurut buku
metode pengembangan bahasa (Universitas Terbuka, 2006: 7-38) adalah memerankan
tokoh-tokoh atau benda-benda disekitar anak dengan tujuan untuk mengembangkan
daya khayal (imajinasi) dan penghayatan terhadap bahan pengembangan yang
dilaksanakan.
Metode bermain peran ini dikategorikan
sebagai metode mengajar yang berumpun pada metode perilakuyang diterapkan dalam
pengajaran. Karakteristiknya adalah adanya kecenderungan memecahkan tugas
beajar dalam sejumlah perilaku yang berurutan, kongkrit dan dapat diamati. Secara
eksplisit dapat dikatakan bahwa, bermain peran dapat ditujukan untuk memecahkan
masalah-masalahyang berhubungan dengan antar manusia (human relations problem) yang berkaitan dengan kehidupan anak
didik.
Bermain peran dalam metode
pengembangan bahasa (UT, 2006:38) bertujuan:
1)
Melatih daya tangkap
2)
Melatih anak berbicara lancar
3)
Melatih daya konsentrasi
4)
Melatih membuat kesimpulan
5)
Membantu pengembangan intelegensi
6)
Membantu perkembangan fantasi
Bermain peran merupakan suatu
aktivitas anak yang alamiahkarena sesuai dengan cara berpikir anak, yaitu
berpikir abstrak dan simbolik. Banyak ahli yang meneliti dan memberi perhatian
terhadap aktivitas ini sehingga menghasilkan penemuan dan teori yang menjadi
dasar keilmuan bagi kajian bermain peran.
Tahap-tahap perkembangan bermain peran
adalah
1) Awal pura-pura
2) Pura-pura dengan dirinya
3) Pura-pura dengan yang lain
4) Pengganti
5) Pura-pura dengan objek atau orang
6) Urutan yang belum berbentuk cerita
7) Urutan cerita
8) Perencanaan
Menurut Fein dan Smilansky dalam
Gunarti (2008:10.8) dalam bermain peran anak menggunakan simbol, seperti
kata-kata, gerakan dan mainan anakmewakili dunia yang sesungguhnya. Bermain
peran sering digunakan untuk melatih keterampilan berbicara anak melalui
dialog-dialog yang dibawakannya.
Untuk berdialog sekurang-kurangnya
siswa harus dapat memahami apa yang dikatakan kepadanya dan berbicara dengan
bahasa yang dapat dimengerti oleh teman sebayanya. Dengan demikian, dalam
bermain peran harus mengikuti langkah-langkah sebagai berikut:
1) menyiapkan naskah, alat, media dan kostum yang akan digunakan dalam
bermain peran
2) menerangkan teknik bermain peran dengan cara sederhana
3) memberi kebebasan kepada anak untuk memilih peran yang disukainya;
4) menetapkan peran pendengan (anak yang tidak ikut bermain);
5) menetapkan dengan jelas masalah dan peranan yang harus mereka mainkan;
6) menyarankan kalimat pertama yang baik diucapkan oleh pemain untuk
memulai; menghentikan permainan pada detik-detik situasi sedang memuncak dan
kemudian membukadiskusi umum (Gunarti, 2008:10.19).
kunci keberhasilan bermain peran dalam
pengembangan bahasa adalah siswa dapat mengekspresikan berdialog dan berdiskusidiakhir
kegiatanbermain peran yang telah dilaksanakan.
Kemampuan yang diharapkan dalam
penggunaan metode bermain peran dalam meningkatkankemampuan berbicaradapat
dilaksanakan melaluipenguasaan materi, keterlibatan guru, pemberian motivasi
pada anak, mengeksplorasi dan pengayaan.
E.
Kerangka Berfikir
Kemampuan berbicara adalah suatu daya,
kecakapan, keterampilan dalam menggunakan otak kiri dan otak kanan untuk
menyampaikan suatu gagasan atau ide ke dalam keterampilan berbicara yang
sistematis dan logis, sehingga mudah dimengerti oleh lawan bicaranya.
Untuk mengetahui masalah tersebut,
maka diperlukan suatu metode alternatif yang mampu menimbulkan minat siswa
terhadap pembelajaran berbicara. Salah satu metode yang sangat cocok diterapkan
pada pembelajaran kemampuan melaporkan suatu peristiwa adalah metode bermain peran
Metode ini merupakan suatu metode yang menyerahkan kepada siswa bagaimana
memperagakan dan berdialog sesuai denagn skenario. Siswa dijadikan subyek
belajar sedangkan guru berperan sebagai fasilitator yang akktif memfasilitasi
siswa.
Metode ini lebih menekankan kepada
siswa dalam menggunakan kecerdasan emosi yang dimilikinya. Siswa mengamati
penampilan yang sedang bermain peran kemudian dibawa pada situasi belajar
berkelompok yang menyenangkan, sehingga mereke bebas mengekspresikanisi
pikirannya. Diharapkan melalui situasi pembelajaran tersebut, siswa dapat
berinteraksi dengan baik dengan teman-temannya. Dari hal itu, akan terlihat
peningkatan belajar siswa dalam berbicara.
BAB III
METODE PENELITIAN
A.
Subjek, Lokasi, dan Waktu Penelitian
Yang menjadi subjek penelitian tindakan kelas ini adalah siswa
kelas IXD MTs Negeri Tanggeung yang
berjumlah 35 siswa.Penelitian ini dilakukan pada
tahun pelajaran 2015/2016 yang berlokasi
di Jalan Jalan raya Tanggeung-Sd barang
Desa Tanggeung Kec. Tanggeung Kab. Cianju.. Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan September sampai dengan November 2015.
B.
Prosedur Penelitian
1. Perencanaan,
Dalam merencanakan tindakan peneliti terlebih
dahulu mengadakan
pengamatan awal yang meliputi
hal-hal berikut ini:
a.
Wawancara dengan beberapa siswa kelas IX
mengenai pembelajaran bahasa Indonesia, terutama pada pembelajaran aspek
berbicara.
b.
Mengidentifikasi kesulitan yang dialami siswa
pada saat pembelajaran bahasa Indonesia, terutama pada aspek berbicara.
c.
Merencanakan prapelaporan secara lisan dengan
memberi penjelasan kepada siswa mengenai hal-hal yang harus diperhatikan dalam berbicara.
d.
Memilih kolaborator berdasarkan kesediaan dan
izin dari pihak sekolah.
Pada tahap merencanakan tindakan penelitian, peneliti
menyiapkan segala hal yang diperlukan untuk menerapkan pendekatan pengamatan
dalam kegiatan pembelajaran berbicara di kelas. Adapun kegiatan-kegiatan yang
dilakukan dalam tahap perencanaan ini adalah sebagai berikut:
a.
Menentukan kompetensi dan tujuan yang akan dicapai.
b.
Menyiapkan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
(RPP) sesuai dengan kompetensi dan tujuan yang akan dicapai.
c.
Menyiapkan media pembelajaran yang diperlukan
dalam rangka optimalisasi keterampilan berbicara siswa melalui pendekatan
pengamatan.
d.
Menyiapkan format penilaian.
2.
Pelaksanaan/pengamatan,
Selama pelaksanaan proses pengamatan ini, peneliti dibantu oleh
mitra guru (kolaborator) melihat dan mencatat apakah tindakan-tindakan yang
dilakukan sudah sesuai dengan perencanaan. Selain itu kolaborator pun
memberikan masukan atau saran terhadap apa yang telah dilakukan oleh peneliti
dan mendiskusikan hasil kegiatan belajar mengajar di kelas.
Pengumpulan
data dilakukan dengan mengisi format
observasi berupa pengamatan terhadap skenario tindakan dari waktu ke waktu,
serta dampaknya terhadap hasil pembelajaran siswa. Data tersebut untuk
menggambarkan keaktifan siswa, antusias siswa, dan lain-lain.
Berikut ini format
observasi yang digunakan.
FORMAT OBSERVASI
NO
|
Kegiatan
(Hal-hal yang Diamati)
|
Keterangan
|
1.
2.
|
Kegiatan
Guru
a.
Pengelolaan KBM
b.
Penjelasan Materi
c.
Strategi Pembelajaran
Kegiatan
Siswa
a.
Respon Siswa
b.
Penguasaan Pemahaman Materi
c.
Kemajuan Siswa
d.
Saran-saran
|
|
Selanjutnya,
untuk mengetahui keberhasilan siswa, apakah kemampuan berbicara melalui bermain
peran mereka telah meningkat, peneliti menentukan indikator penilaian keberhasilan
berbicara bagi siswa MTsN Tanggeung kelas IX-D. Dalam menentukan indikator
keberhasilan peningkatan kemampuan melaporkan suatu peristiwa secara lisan
siswa melalui keterampilan berbicara, peneliti mengacu pada teori yang telah
ada.
Setelah selesai merencanakan tindakan maka
tindakan yang selanjutnya adalah melaksanakan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
(RPP) yang telah disusun. Kegiatan pelaksanaan tindakan ini merupakan tindakan
pokok dalam siklus PTK, Pada saat yang bersamaan kegiatan ini juga dibarengi
dengan kegiatan observasi diikuti kegiatan refleksi. Dalam tahap ini peneliti
bertindak sebagai pegajar, guru lain dari mata pelajaran yang sama bertindak
pengamat atau kolaborator, dan kelas sebagai kelompok siswa yang sedang belajar.
3.
Refleksi
Dalam tahap ini, peneliti dan kolaborator
membicarakan hasil pengamatan terhadap kegiatan pelaporan peristiwa secara
lisan. Jika nilai atau skor siswa dalam pelaporan peristiwa labih rendah dari
indikator yang ditetapkan, maka peneliti menganggap bahwa keterampilan
berbicara siswa belum meningkat, sehingga diperlukan langkah-langkah perbaikan
untuk perencanaan selanjutnya. Langkah-langkah perbaikan tersebut akan
diuraikan pada siklus berikutnya
C. Metode dan Teknik Pengumpulan Data
Penelitian ini dilakukan dengan metode tindakan kelas
(action research). Suharsimi Arikunto (2006; 106) menegaskan bahwa dasar utama Penelitian
Tindakan Kelas (PTK) ini adalah untuk perbaikan dan peningkatan layanan
profesional pendidik dalam menangani proses belajar mengajar, dengan melakukan
berbagai tindakan alternatif dalam memecahkan persoalan pembelajaran. Dengan
kata lain, tujuan penting dari PTK adalah memberikan solusi berupa tindakan
untuk mengatasi permasalahan pembelajaran.
Menurut
Depdikbud Dirjen Pendidikan Tinggi (1999; 6)
desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah model
Stephen Kemmis dan Mc Taggart yang mencakup empat langkah, yaitu : 1)
merencanakan tindakan ; 2) Melaksanakan tindakan dan pengamatan ; 3)
merefleksikan hasil pengamatan ; 4) revisi perencanakan dan pengembangan
tindakan selanjutnya.
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini
dilakukan dengan cara pengamatan, dan pelaksanaan tes keterampilan berbicara.
Secara lengkap teknik pengumpulan data dalam penelitian ini sebagai berikut:
1. Fakta
atau keadaan sebenarnya di lapangan diperoleh melalui pengamatan langsung di
sekolah tersebut dan siswa kelas IX-D. Jenis data yang didapatkan adalah data
kualitatif
2. Nilai
keterampilan berbicara siswa diperoleh dari pengamatan pada setiap siklus.
Kemajuan dan kekurangan setiap pertemuan, baik
yang dilakukan guru maupun siswa ditulis dalam catatan peneliti dan jurnal
kolaborator, serta lembar refleksi pembelajaran siswa. Jenis data yang
dilaporkan adalah kualitatif.
D. Teknik Analisis
Data
Teknik analisis data
menggunakan teori triangulasi, mengolah data dari tiga sumber yaitu:
1.
Hasil pengamatan berbicara siswa melalui
bermain peran
2.
Catatan peneliti
3.
Catatan kolaborator
Setelah
data terkumpul, hasil observasi dianalisis dengan metodedeskripsi kualitatif
sedangkan hasil belajar didokumentasikan kemudian dianalisis melalui proses
pembelajaran dengan membandingkan hasil yang dicapai pada siklus 1 dan 2 dengan
rumus sebagai berikut
K= _N__x 100%
n
Keterangan
K : Kecenderungan
N :Jumlah hasil observasi
N : Jumlah sampel
100% : Bilangan konstanta (Wardani, 2008:5.10)
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN
PEMBAHASAN
A.
Deskripsi Hasil
Penelitian
Selama pelaksanaan tindakan kelas
berlangsung diupayakan untuk direkam. Sarana untuk merekam kegiatan tersebut
dilakukan melalui observasi, baik menyangkut guru maupun siswa. Data yang
terkumpul adalah data kualitatif. Data kualitatif dilakukan melalui observasi
dan evaluasi dalam pelaksanaan pembelajaran, yang dilakukan oleh observer
dengan alat bantu lembar observasi
1)
Pelaksanaan Siklus 1
a. Perencanaan
Hasil
refleksi awal sebelum penelitian ini dilakukan adalahdi kelompok B terdapat
permasalahan siswa dalam belajar, yaitu kurangnya kemampuan berbicara. Untuk
meningkatkan kemampuan tersebut maka ditetapkan penggunaan metode bermain dalam
kegiatan pembelajaran. Oleh karena itu, dalam perencanaan penelitian initelah
dilakukan persiapan rencana pembelajaran. Menetapkan fokus observasi dan
aspek-aspek yang akan diamati meliputi siswa, guru, dan penggunaan metode,
menetapkan cara pelaksanaan refleksi dan perilaku refleksidan menetapkan
kriteriakeberhasilandalam upaya pemecahan masalah.
b. Tindakan
Dilaksanakan
tanggal 16 sampai dengan 19 September 2014 dengan tema Perjuangan sedangkan sub
temanya adalah perjuangan Raden Dewi sartika. Metode yang digunakannya adalah
bermain peran. Adapun langkah-langkah yang telah dilaksanakan adalah:
1)
Kegiatan Pembukaan
- Salam
dan berdoa
- Tanya
jawab tentang kepahlawanan
2)
Kegiatan Inti
- Menggambar
tentang seorang sosok pahlawan yang dikenal
- Bermain
peran mengenai Raden Dewi sartika
3)
Kegiatan Penutup
- Diskusi
dan tanya jawab tentang kepahlawanan
- Menyimpulkan
hasil pembelajaran
- Doa
tutup
c. Pengamatan
Tahap
pelaksanaan observasi dilakukan bersamaan dengan pelaksanaan tindakan. Hasil
observasi pada siklus 1 menunjukkan:
1)
Guru belum optimal dalam menggunakan
metode bermain peran dalam pembelajaran.
2)
Pada tahap kegiatan ini tidak dilakukan
pengelolaan interaksi kelas secara optimal sehingga ada anak yang masih ribut
sendiri.
3)
Penggunaan waktu juga belum tepat sesuai
dengan yang telah direncanakan, sehingga kegiatan pembelajaran tidak optimal
dan siswa tidak diberikan kesempatan untuk bertanya.
d. Refleksi
Berdasarkan
hasil observasi dan hasil belajarsiswa pada siklus 1 ditemukan sejumlah
permasalahan siswa, yaitu pada proses dan hasil belajar siswa. Pada proses
kegiatan pembelajaran, khusus pada tahap bermain peran sebagian anak masih
takut mengungkapkan imajinasinya dan masih kurang aktif dalam
berbicara/berdialog.
Sedangkan
hasil belajar siswa pada siklus 1 menunjukkan persentase 50%. Pada siklus 1 ini
anak yang mencapai indikator sebanyak 17 orang dan setelah diadakan perbaikan
jumlah anak yang dapat mencapai indikator sebanyak 20 orang. Jika dibandingkan
sebelumnya ada kemajuan yaitu ada penambahan siswa yang mencapai indikator
keberhasilan yaitu sebanyak 3 orang. Keberadaan jumlah siswa yang mencapai
indikator ini masih dianggap rendah dari sejumlah siswa yang ada. Untuk
memperbaiki kekurangan itu kemudian diadakan perbaikan pada tindakan
selanjutnya dengan cara sebagai berikut:
1) Mengoptimalkan
penggunaan metode yang dipakai guru.
2) Pengelolaan
interaksi kelas harus tepat sehingga siswa dapat belajar dengan baik dan
menyenangkan.
3) Penggunaan
alokasi waktu harus sesuai dengan alokasi waktu yang ditentukan sehingga ada waktu unuk diskusi dan tanya
jawab
Di bawah ini dikemukakan tabel hasil perbaikan
siklus 1
,no
|
Aspek yang dievaluasi
|
Hasil Evaluasi
|
01
|
Kegiatan membuka pembelajaran
|
Baik
|
02
|
Kegiatan inti pembelajaran
|
Baik
|
03
|
Kegiatan penutup pembelajaran
|
Baik
|
04
|
Rata-rata hasil kegiatan pembelajaran yang
dilakukan guru
|
Baik
|
05
|
Rata – rata hasil kegiatan pembelajaran anak
|
baik
|
Hasil
perbaikan yang tertera pada tabel di atas menunjukkan adanya perubahan dari
tindakan sebelumnya. Semua aspek kegiatan baik guru maupun siswa adanya
perubahan yang baik.
2)
Pelaksanaan Siklus 2
a.
Perencanaan
Berdasarkan
hasil refleksi pada siklus 1 masih terdapat permasalahan dalam kegiatan
pembeajaran dan hasil belajar siswa. Rendahnya hasil belajar siswa ditunjukan
dengan pencapaian persentasebelajar yang hanya 50%. Untuk meningkatkan hasil
belajar tersebut maka strategi guru dalam penggunaan metode bermain peran perlu
diperhatikan. Oleh karena itu dalam siklus 2 direncanakan penggunaan metode
bermain peran akan dilaksanakan seoptimal mungkin. Meliputi rencana kegiatan
pembelajaran yang tertuang dalam RPP siklus 2.
b.
Pelaksanaan dan hasil pengamatan
Pelaksanaan
siklus 2 dilaksanakan tanggal 7 sampai dengan 10 Oktober 2015 dengan tema
kepahlawanan dengan sub tema pahlawan nasional dengan menggunakan metode
bermain peran. Langkah-langkah pada siklus 2 ini adalah sebagai berikut:
1)
kegiatan pembukaan
- salam
dan berdoa
- tanya
jawab tentang pahlawan nasional
- menyebutkan
pahlawan nasional yang siswa ketahui
2)
kegiatan inti
- bermain
peran dengan memerankan pahlawan diponogoro
- siswa
lain mengamati setiap adegan yang bermain peran terutama dalam percakapnnya.
3)
kegiatan penutup
- menyebutkan
pahlawan yang diketahui
- mengomentara
setiap adegan dan dialog sang pemeran tokoh
- doa
tutup
c.
observasi
tahap observasi dilakukan dilakukan
bersamaan proses pembelajaran berlangsung. Hasil observasi terhadap tindakan
pada siklus 2 ini dapat diuraikan sebagai berikut:
1)
guru sudah berupaya mengoptimalkan kegiatan
pembelajaran dengan metode bermain
peran.
2)
Guru
sudah mulai disiplin penggunaan waktu selama kegiatan pembelajaran berlangsung
3)
Kegiatan pembelajaran dimulaidengan
tahap orientasi, implementasi, dan review serta anak diberi kesempatan untuk
bertanya.
d. Evaluasi dan refleksi
Tahap observasi dan hasil belajar
siswa pada siklus 2 menunjukkan adanya perbaikan, baik hasil belajarmaupun proses
belajar. Pada proses kegiatan pembelajaran sudah dapat berjalan dengan baik,
sedangkan hasil belajar anak pada siklus 2 telah mencapai 85,7%, jika
dibandingkan dengan kondisi sebelumnya, telah menunjukan suatu kemajuan yang
signifikan.
Dari hasil tindakan 2 ini sudah
menunjukkan ketercapaian indikator hasil belajar di antaranya:
1) anak
rata-rata tertarik dan antusias terhadap kegiatan bermain peran.
2) Anak
menjadi berani tampil dan dapat mengungkapkan imajinasinya.
3) Anak
mampu memainkan beberapa peran dengan baik.
4) Anak
terlibat aktif dalam pembelajaran di kelas.
5) Anak
dapat melaksanakan kegiatan dengan menyengkan melalui bermain peran.
Kondisi
hasil tindakan pada siklus 2 ini dapat dilihat pada tabel berikut ini
No
|
Aspek yang dievaluasi
|
Hasil Evaluasi
|
01
|
Kegiatan membuka pembelajaran
|
Baik
|
02
|
Kegiatan inti pembelajaran
|
Baik
|
03
|
Kegiatan penutup pembelajaran
|
Baik
|
04
|
Rata-rata hasil kegiatan pembelajaran yang
dilakukan guru
|
Baik
|
05
|
Rata – rata hasil kegiatan pembelajaran anak
|
Baik
|
B. Pembahasan
a) Siklus
1
Dari hasil perbaikan
siklus 1 ini menunjukkan adanya peningkatan kemampuan berbicara siswa dalam
kegiatan pembelajaran. Hal ini terbukti dari dari perbandingan antara
praperbaikan dan setelah perbaikan. Dari data terlihat bahwa sebelum perbaikan
jumlah anak yang dapat mencapai indikator hanya 17 orang sedangkan data setelah
perbaikan bertambah menjadi 20 orang.
Hal ini men unjukkan bahwa pada tahap ini sudah ada perbaikan walaupun
sedikit.
Refleksi proses
pembelajaran yang dilakukan oleh peneliti pada siklus ini menunjukkan hasil
siklus yang lebih baik. Hal ini dapat dihitung dengan rumus
K= _N__x 100%
n
K=
20 X 100%
35
K=
57%
Faktor-faktor
keberhasilan dan kelemahan yang tampak pada siklus I adalah
1. 50%
siswa dapat meningkatkan kemampuan berbicara melaluimetode bermain peran.
2. Sebagian
besar anak belum bisa aktif dalam bermain peran.
3. Sebagian
besar anak masih takut dalam mengungkapkan imajinasinya.
4. Guru
belum bisa mengoptimalkan metode yang digunakan dalam bermain peran.
Dari temuan di atasdapat diperoleh
kesimpulan bahwa secara keseluruhan anak belum dapat mencapai indikatoryang
ditetapkan sehingga diperlukan perbaikan siklus ke-2.
b) Siklus
ke-2
Berdasarkan pelaksanaan kegiatan
pembelajaran pada siklus 1 maka pada siklus 2pelaksanaan pembelajaran sudah
berjalan dengan baik, ini dapat dilihat pada data dari 35 orang siswa terdapat
30 orang yang sudah mencapai indikator keberhasilan atau sebanyak 85,7%.
Refleksi proses pembelajaranyang
dilakukan oleh peneliti pada siklus ini menunjukkan hasil siklus yang lebih
baik. Hasil dapat dihitung pada rumus
K=
_N__x 100%
n
K=
30 X 100%
35
K=85,7%
Faktor-faktor
keberhasilan pada siklus 2 ini dapat dilhiat sebagai berikut:
1. Sebesar
85,7% siswa dapat meningkatkan kemampuan berbicaranyamelalui metode bermain
peran.
2. Anak
menjadi berani tampil dan berani mengungkapkan imajinasinya ketika bermain
peran.
3. Anak
mampu memainkan beberapa macamperan dengan baik
4. Anak
aktif dalam pembelajaran karena mempunyai minat yang besar pada kegiatan
bermain peran.
5. Siswa
dapat melaksanakan kegiatan dengan menyenangkan pada kegiatan bermain peran.
Dengan demikian berdasarkan pelaksanaan
kegiatan pembelajaranbermain peran yang dimulai dengan siklus ke1 dan ke-2
telah menunjukkan terjadinya perbaikan proses pembelajaran.
Secara umum hasil belajar yang terlihat
dari kedua siklus ini adalah adanya peningkatan kemampuan berbicara siswa. Hal
ini dapat kita lihat dari hasil perbandingan antara siklus s1 dan siklus 2.
Pada siklus 1 sebanyak 50% yang mencapai indikator sedangklan pada siklus 2
sebesar 85,7%. Dengan demikian terjadi kenaikan dari siklus 1 ke siklus 2
adalah sebesar 35%.
Pada siklus 2 perubahan sangat
signifikan. Artinya siklus 2 berhasil meningkatkan kemampuan berbicara siswa
melalui bermain peran. Dari hasil pengamatan peneliti siklus 2 memiliki
keunggulan yakni:
1)
Menunjukkan rata-rata anak tertarik pada
kegiatan bermain peran.
2)
Anak menjadi berani tampildan dapat
mengungkapkan imajinasinyadalam bermain peran.
3)
Anak mampu memainkan beberapa peran
dengan baik
4)
Anak terlibat aktif dalam pembelajaran
di kelas
5)
Anak dapat melaksanakan kegiatan dengan
menyenangkan.
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
A.
Simpulan
Berdasarkan
hasil penelitian tersebut diperoleh simpulan sebagai berikut:
1. Pembelajaran
dengan menggunakan metode bermain peran yang dilakukandengan baikdapat
meningkatkan kemampuan berbicara pada siswa MTsN Tanggeung kelas IXD.
2. Daya
serap siswa terhadap pembelajaran rata-rata tinggi yang mencapai 50% pada
siklus ke-1 dan 85,7% pada siklus ke-2.
3. Pembelajaran
dengan menggunakan metode bermain peran sangat baik dan dapat meningkatkan
kemampuan berbicara anak.
B.
Saran
Saran yang dapat
dissampaikan dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut
1. Guru
hendaknya mampu mencari metode yang tepat sesuai dengan kondisi siswa di kelas.
2. Guru
harus lebih bisa memotivasi siswaagar siswa mampu yerus eningkatkan kemampuan
berbicaranya.
3. Guru
harus inovatif dalam menyusun strategi pembelajaran khususnya strategi bermain
peran.
DAFTAR PUSTAKA
Ariani, Farida. 1995. Keterampilan
Berbicara. Jakarta: Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan RI Berbicara Bahasa Indonesia. Jakarta:
Erlangga
Arikunto, Suharsimi. dkk. 2006. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi Aksara.
Arsjad, Maidar G. dan Mukti U.S. 1991. Pembinaan
Kemampuan
Citrobroto,
R.I. Suhartin. 1979. Prinsip-Prinsip dan Teknik Berkomunikasi. Jakarta:
Bhatara
Depdiknas.2004. Kurikulum
Pedoman Penyusunan Silabus. Jakartta: Depdiknas
Dhieni,
Nurbiana. Dkk. 2005. Metode pengembangan
Bahasa.Jakarta: Universitas Terbuka
Dipodjojo, Asdi S. 1982. Komunikasi Lisan. Yogyakarta:
Lukman
Gunarti,
Winda dkk.2008. Metode pengembangan
perilaku dan Kemampuan Dasar PAUD.Jjakarta: Universitas Terbuka
Hadinegoro, Luqman. 2003. Teknik Seni Berpidato
Mutakhir. Yogyakarta: Absolu
Haryadi, 1994. Pengantar
Berbicara. Yogyakarta: IKIP Yogyakarta
Nurgiantoro Burhan, Penilaian dalam
Pengajaran Bahasa dan Sastra (Yogyakarta: BPFE, 1987), hlm. 253 – 266.
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 1996. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta:
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Tarigan,
Henry Guntur. 1990. Berbicara Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Cetakan
ke-6. Bandung: Angkasa
Wardhani
Igak dan Wihardit Kuswaya. 2008. Penelitian
Tindakan Kelas. Jakarta: Universitas Terbuka
.
.