Senin, 29 Mei 2017

Materi Teks Ulasan Kelas 8

<script data-ad-client="ca-pub-5472439132536087" async src="https://pagead2.googlesyndication.com/pagead/js/adsbygoogle.js"></script>

Pengertian Teks Ulasan
Teks ulasan yaitu teks yang berisi ulasan atau penilaian terhadap suatu karya (drama atau film). Mengulas suatu film dan drama mengharuskan kita untuk bersikap kritis. Sikap kritis ini sangat penting agar ulasan yang kita tulis tersebut berkontribusi bagi kemajuan film dan drama itu sendiri.

Struktur Teks Ulasan
Struktur teks itu adalah bagian-bagian yang membangun sebuah teks sehingga menjadi suatu teks yang utuh. Adapun struktur yang membangun teks ulasan terdiri dari orientasi, tafsiran, evaluasi, dan rangkuman. Baiklah mari kita bahas struktur teks ulasan dibawah ini yang telah saya susun lengkap agar dapat dipelajari dengan mudah oleh sobat-sobat semua.

Orientasi, berisi pengenalan tentang gambaran umum mengenai sebuah karya (film dan drama) yang akan diulas. Gambaran umum ini menyiapkan "latar belakang" bagi pembaca mengenai apa yang akan diulas.Tafsiran, berisi gambaran detail mengenai sebuah karya (film dan drama) yang diulas, misalnya bagian-bagian dari hasil karya, keunikan, keunggulan, kualitas, dan sebagainya.Evaluasi, berisi pandangan dari pengulas mengenai hasil karya yang diulas. Hal ini dilakukan setelah melakukan tafsiran yang cukup terhadap hasil karya tersebut. Pada bagian ini penulis akan menyebutkan bagian yang bernilai (kelebihan) atau bagian yang kurang bernilai (kekurangan) dari suatu karya (film dan drama).Rangkuman, berisi kesimpulan dari ulasan terhadap suatu karya (film dan drama). Bagian ini juga memuat komentar penulis apakah hasil karya tersebut bernilai/berkualitas atau tidak untuk ditonton/disaksikan.

Contoh Teks Ulasan

Berikut ini akan saya berikan contoh teks ulasan film yang berjudul "Di Balik 98". Contoh teks ulasan film ini saya ambil dari salah satu sumber yang ada di internet yang akan saya berikan lengkap dengan strukturnya. Silahkan simak dibawah ini.


Orientasi

Film Di Balik '98 adalah film yang diproduksi oleh MNC Pictures yang menceritakan tentang peristiwa kerusuhan yang terjadi pada tahun 1998. Semua rakyat Indonesia pasti sudah tahu tentang peristiwa Mei 1998. Waktu itu adalah saat-saat krisis bagi tahta kepresidenan Soeharto dan juga Orde Baru. Tetapi pada film Di balik 98, dibalik panasnya keadaan politik, banyak sekali makna yang bisa dipetik nilai kemanusiaannya.


Tafsiran

Diceritakan, Diana (Chelsea Islan), mahasiswi Trisakti yang memutuskan untuk menjadi anggota demonstran. Masa kekuasaan Soeharto menurut Diana harus segera diakhiri. Memutuskan untuk menjadi anggota demonstran merupakan pilihan yang kurang tepat bagi Diana, karena Diana saat ini tinggal bersama kakaknya, Salma (Ririn Ekawati), yang merupakan seorang pegawai Istana Negara, dan Bagus, Suami Salma (Donny Alamsyah), yang juga seorang Letnan Dua, Angkatan Darat.


Semenjak krisis moneter dimulai, Diana telah menjadi anggota dari gerakan gabungan seluruh mahasiswa Indonesia yang mendesak diturunkannya presiden Soeharto. Peristiwa ini merupakan salah satu bentuk sikap dari kegelisahan masyarakat, dan klimaksnya terjadi pada tanggal 13 sampai 14 Mei, dimana ada 4 orang mahasiswa yang tertembak mati oleh para aparat yang mengatasi kerusuhan 98.


Di tengah situasi yang sangat rumit ini, presiden Soeharto memutuskan untuk pergi menghadiri KTT G-15 di Kairo. Sementara wakil presiden, B.J. Habibie dikagetkan oleh peristiwa penembakan yang terjadi di Trisakti yang berakhir dengan kerusuhan besar.


Kemarahan itu tidak hanya dirasakan oleh mahasiswa ataupun Diana, tetapi juga dirasakan oleh Bagus, kakak ipar Diana. Mengingat istrinya yang sedang mengalami hamil tua, Bagus tetap wajib melaksanakan amanat atasan untuk menjaga keamanan diberbagai titik dan wilayah di Jakarta. Semakin bimbang hati galau dan bercampur aduk hati agus saat mengetahui istrinya tidak ada di Istana, dikarenakan istrinya pergi untuk mencari adiknya Diana yang telah beberapa hari tidak ada informasi mengenai keberadaanya dan juga tidak pernah pulang ke rumah.


Semuanya bertambah absurd ketika Daniel (Boy William), pacar Diana, yang merupakan seorang keturunan Tionghoa, juga harus merasakan kepedihan dikala itu. Ayah dan adiknya Diana menghilang entah kemana dalam  peristiwa kerusuhan 14 Mei. Terlebih Daniel juga hampir terjebak sweeping masyarakat setempat dalam penyaringan orang-orang Non Pribumi, yang pada saat itu menjadi puncak issue rasial di Indonesia.

Disisi lain, rakyat sekelas gembel atau orang susah dan pengemis pun harus ikut merasakan bagaimana dampak politik yang terjadi, dan dampak buruknya bagi mereka.


Evaluasi

Film yang dirilis pada awal tahun 2015 ini bukanlah film politik, tetapi merupakan film drama keluarga, percintaan, yang di dengselubungi latar belakang kerusuhan Mei 1998. Dan karena ini adalah film, memiliki paradigma yang berbeda dengan kejadian kerusuhan Mei '98 tersebut. Dengan menyisipkan sedikit cerita fiksi yaitu berupa kisah Diana, Daniel, dan yang lainnya maka akan membuat film Dibalik '98 menjadi lebih menarik.


Kisah genting Mei 1998 memang sampai saat ini masih terkenang dengan baik, khususnya bagi mereka yang mengalami secara langsung peristiwa tersebut. Tetapi Lukman Sardi, sang sutradara, mencoba mengisahkan permasalahan lain yang terdapat pada film "Dibalik '98" untuk diketahui masyarakat. Kehadiran Chelsea Islan yang namanya sedang naik daun dan terkenal, berbanding lurus dengan kualitas aktingnya yang semakin mumpuni. Boy William pun tak kalah hebatnya memainkan mahasiswa turunan Tionghoa yang ikut merasakan kepahitan 1998. Untuk tampilan pemain, Dibalik 98 telah memberikan yang terbaik.


Rangkuman

Anda disarankan untuk menonton film ini jika anda belum mengetahui bagaiman tragedi di balik 98 karena film ini juga memberikan jawabannya. Film ini juga menceritakan bagaiman masalah tersebut akhirnya bisa selesai dari pembicaraan empat mata antasa presiden dan wakil presiden hingga akhirnya Soeharto turun. Dan yang tidak disangka-sangka adalah film ini juga menyajikan komedi didalamnya,
Dikutip dari http://www.materikelas.com/2015/10/teks-ulasan-pengertian-struktur-contoh.html?m=1#

Selasa, 23 Mei 2017

Upaya Peningkatan Kemampuan Berbicara Siswa Melalui Metode Bermain peran Pada Siswa Kelas IX-B di MTs Negeri Tanggeung

BAB I
PENDAHULUAN

1.1       Latar Belakang Masalah

Perkembangan berpikir anak usia MTs sedang mengalami perkembangan yang sangat pesat. Dalam masa-masa ini segala potensi kemampuan anak dapat dikembangkan secara optimal dengan melibatkan berbagai faktor di antaranya lingkungan, kurikulum, dan sarana yang ada. Di antara potensi anak yang sedang berkembang pada usia MTs adalah perkembangan berbahasa. Bahasa yang menjadi alat tuturan resmi bagi kita adalah bahasa Indonesia.
Bahasa Indonesia memiliki peranan yang sangat penting  dalam kehidupan sehari-hari. Untuk menyampaikan perasaan, mengungkapkan fakta, dan menanyakan suatu hal orang menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi. Melalui bahasa pula setiap orang mendapatkan pengetahuan tentang keadaan di sekelilingnya.
Bahasa merupakan ciri khas yang dimiliki manusia dibandingkan dengan makhluk lain. Keunikan manusia bukanlah terletak pada kemampuan berfikirnya melainkan terletak pada kemampuan berbahasa.Tanpa kemampuan berbahasa ini maka kegiatan berfikir secara sistematis dan teratur tidak mungkin dapat dilakukan. Bahasa memungkinkan manusia berfikir secara abstrak. Objek-objek yang faktual ditranformasikan menjadi simbol-simbol bahasa yang bersifat abstrak. Walaupun demikian kemampuan berbahasa manusia tidaklah sama.
Salah satu media berbahasa adalah berbicara. Berbicara merupakan salah satu aspek keterampilan berbahasa yang sangat penting perannya dalam menciptakan siswa yang kreatif dan kritis adalah adalah keterampilan berbicara. Keterampilan berbicara merupakan keterampilan yang harus dikuasai siswa. Di dalam pembelajaran berbicara terdapat materi berpidato, mengemukakan pendapat, bercerita, mengemukakan perasaan dan lain-lain. Materi berbicara tersebut mengarahkan kepada anak untuk benar-benar mampu dan bisa berkomunikasi dengan menggunakan bahasa yang baik dan benar. Di dalam pelaksanaan pembelajaran berbicara sekurang-kurangnya guru harus mampu membimbing siswa pada kelancaran berbicara.
Pembelajaran berbicara dalam pelaksanaannya, sering dilukiskan sebagai kegiatan yang belum berlangsung seperti yang diharapkan. Hal ini terjadi karena siswa menghadapi beberapa permasalahan saat akan berbicara seperti kesulitan menemukan ide, kosa kata dan kekayaan materi yang akan disampaikan.
Perkembangan berpikir anak usia MTs sedang mengalami perkembangan yang sangat pesat. Dalam masa-masa ini segala potensi kemampuan anak dapat dikembangkan secara optimal dengan melibatkan berbagai faktor di antaranya lingkungan, kurikulum, dan sarana yang ada.
Di antara potensi anak yang sedang berkembang pada usia MTs adalah berbicara. Kegiatan berbicara berbeda halnya dengan kegiatan lainnya, seperti membaca dan menyimak. Hal ini karena dalam berbicara melibatkan berbagai komponen yang mendukung terhadap keberhasilan berbicara. Di antaranya penguasaan materi, busana, audiens, penguasaan audiens, dan lain sebagainya.
Berbicara merupakan sebuah proses yang tidak mudah untuk dilakukan. Proses ini berawal ketika siswa mulai berpikir tentang sebuah subjek. Dengan mengungkapkan bahwa siswa membutuhkan waktu yang cukup untuk memikirkan topik yang khusus, menganalisis dan menuangkan secara komulatif ide dan gagasannya dalam bentuk turturan bermakna, memilih kata-kata yang tepat untuk mengemukakan ide-ide, dan menuangkannya ke dalam sebuah tuturan.  Serangkaian kegiatan di atas menambah kompleksitas kegiatan berbicara
Secara umum kemampuan berbicara pada anak sangat lemah. Hal ini dapat dilihat dari data observasi dari 37 siswa kelas 9D hanya  hanya 8 orang yang dianggap memiliki keberanian dan kemampuan berbicara secara jelas. Sisanya mereka mengalami permasalahan.
Setelah diamati di antara mereka yang mengalami permasalahan dalam berbicara adalah karena metode yang digunakan guru tidak menarik sehingga siswa enggan berpikir sehingga miskin ide. Cara belajar mereka asal asalan dan sebagian yang lain merasa talut dan minder atas kemampuannya.
Berdasarkan uraian diatas beberapa masalah yang terjadi adalah :
Kurangnya kemampuan siswa dalam menemukan ide atau topik
Siswa kurang mengoptimalkan kemampuan menganalisis dan mengklasifikasi informasi. Kurangnya kemampuan siswa dalam memilih kata-kata yang tepat; dan Mereka bingung bagaimana dan apa yang harus dikemukakan ketika berbicara.
Dari permasalahan di atas peneliti menyimpulkan keterampilan berbicara MTsN Tanggeung kelas IX berada pada tingkat yang sangat rendah. Diksinya lemah, kalimat yang mereka tuturkan tidak efektif, struktur tuturannya rancu, alur tuturannya pun tidak runut dan kohesif. Maka di sini akan dicoba diteliti bagaimana cara pemecahan masalah kelemahan berbicara dengan menggunakan metode bermain peran  sehingga siswa memiliki kemampuan bebicara dengan baik. 

1.2       Rumusan Masalah
Berdasarkan permasalahan di atas maka peneliti menyusun rumusan masalah sebagai berikut:
a)         Langkah-langkah apa saja yang perlu dilakukan dalam rangka meningkatkan kemampuan berbicara siswa?
b)         Apakah dengan menggunakan metode bermain peran dapat meningkatkan kemampuan berbicara siswa?
1.3       Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:
a)      Untuk mengetahui langkah-langkah apa saja yang perlu dilakukan dalam rangka meningkatkan kemampuan berbicara siswa.
b)      Untuk mengetahui efektivitas penggunaan metode bermain peran dalam meningkatkan kemampuan berbicara siswa.
1.4       Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharpkan dapat bermanfaat
a)    Bagi peneliti
Bagi peneliti dihararapkan dapat mengetahui langkah-langkah yang tepat dalam meningkatkan kemampuan berbicara siswa. Selain itu pula dapat masukan secara empiris langkah yang tepat dalam menentukan strategi yang akan digunakan ketika pembelajaran berbicara.
b)    Bagi guru
Bagi guru penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat dalam rangka meningkatkan kreativitas mengajarnya serta dapat menjadi acuan bahwa kemampuan berbicara itu dapat didukung oleh berbagai metode yang tepat sehingga pembelajaran semakin menarik.
c)    Bagi madrasah
Bagi madrasah diharapkan dapat dijadikan sebagai masukan dalam menentukan kebijakan kurikulum di masa yang akan datang.
d)   Bagi peserta dididk
Bagi peserta didik hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk motivasi pada dirinya untuk lebih mencintai dan bangga terhadap bahasa persatuan Indonesia yaitu bahasa Indonesia. Juga mereka termotivasi untuk mengkaji dan mempelajari teknik-teknik berbicara yang baik untuk kepentingan dirinya kelak. Hal ini karena kemampuan berbicara yang tinggi dapat meningkatkan kreativitas dan pengaruh yang besar dalam pergaulan.


      BAB II

 KAJIAN PUSTAKA

A.      Berbicara Sebagai Sebuah Komunikasi
1. Hakikat Komunikasi       
            Istilah komunikasi atau dalam bahasa Inggris communication  berasal dari kata bahasa Latin communicatio, yang berasal dari kata communis yang berarti ‘sama’. Yang dimaksud dengan ‘sama’ di sini adalah sama dalam hal makna.
            Dalam kehidupan sehari-hari, kalau ada dua orang yang terlibat dalam percakapan baru dapat dikatakan berkomunikasi jika keduanya memiliki kesamaan makna mengenai apa yang dipercakapkan. Pengguna­an bahasa yang sama belum menjamin terjadinya proses komunikasi. Komunikasi baru terjadi apabila keduanya mengerti tentang bahasa yang digunakan dan juga mengerti makna bahan yang dipercakapkan.
            Manusia sebagai makhluk sosial, kegiatan utamanya adalah berko­mu­­ni­kasi. Karena pentingnya komunikasi bagi kehidupan manusia, maka manusia disebut homo communicus. Artinya, manusia merupakan makhluk sosial yang selalu mengadakan hubungan dan interaksi dengan manusia sesamanya karena mereka saling memerlukan dan juga karena manusia hanya bisa berkembang melalui komunikasi. Komunikasi sudah menjadi kebutuhan manusia yang esensial. Kehidupan kita sehari-hari sangat dipengaruhi oleh adanya komuniukasi yang kita lakukan dengan orang lain, termasuk juga pesan-pesan yang disampaikan oleh orang lain tersebut.           
             Hampir setiap orang membutuhkan hubungan sosial dengan orang lain, dan kebutuhan ini terpenuhi melalui pertukaran pesan yang berfungsi sebagai jembatan untuk mempersatukan manusia-manusia yang tanpa berkomunikasi akan terisolasi. Pesan-pesan itu muncul melalui perilaku manusia. Lihatlah, ketika kita berbicara, melambaikan tangan, cemberut, bermuka masam, atau memberikan  suatu isyarat lainnya, pada dasarnya kita sedang berperilaku. Perilaku tadi merupakan pesan-pesan. Pesan-pesan itu digunakan untuk mengomunikasikan sesuatu kepada seseorang.
            Perilaku yang merupakan pesan tadi harus memenuhi dua syarat, yaitu harus diobservasi dan harus mengandung makna. Perilaku tersebut harus diobservasi oleh seseorang. Jika perilaku tidak diobservasi oleh orang lain maka tidak ada pesan di sana. Perilaku tersebut juga harus mengandung makna. Perilaku memiliki makna jika memberikan sesuatu arti tertentu bagi orang lain. Makna adalah  relatif bagi masing-masing orang, oleh karena masing-masing dari kita adalah  seorang manusia yang unik dengan suatu latar belakang dan pengalaman-pengalaman yang unik pula.
            Efektivitas sebuah komunikasi dapat dicapai apabila memenuhi minimal lima komponen, yaitu:
1.      adanya kesamaan kepentingan antara komunikator dengan komunikan
2.      adanya sikap saling mendukung dari kedua belah pihak
3.      sikap positif, artinya pikiran atau ide yang diutarakan dapat diterima sebagai sesuatu yang mendatangkan manfaat bagi keduanya
4.      sikap keterbukaan yang ditampilkan oleh kedua belah pihak
5.      masing-masing pihak mencoba menempatkan diri atau adanya unsur empati pada lawan bicaranya.          
Dengan terpenuhinya kelima komponen komuniukasi tersebut maka proses komunikasi yang dibangun akan menjadi lebih efektif dan efisien.    
    Menurut Citrobroto (1979), komunikasi adalah penyampaian pengertian dari seseorang kepada orang lain dengan menggunakan lambang-lambang dan penyampaiannya tersebut merupakan suatu proses. Agar komunikasi bisa berjalan dengan lancar, perlu dipahami bersama fakor-faktor yang berperan dalam proses komunikasi. Faktor-faktor tersebut adalah:
1.        Komunikator
Komunikator adalah tempat berasalnya sumber pengertian yang dikomunikasikan, atau orang atau sekelompok orang yang menyempaikan pikiran, perasaan, atau kehendak kepada orang lain.
2.        Berita/pesan
“Pengertian” dari komunikator yang  penyampaiannya diubah menjadi lambang-lambang.  Atau juga ada yang menyebutnya sebagai lambang yang membawakan pikiran  atau perasaan komunikator.
3.        Saluran/media
Saluran atau media adalah sarana untuk menyalurkan  pesan-pesan atau pengertian atau lambang-lambang yang disampaikan oleh komunikator kepada komunikan.
4.        Reseptor/komunikan
Reseptor atau komunikan adalah seseorang atau sejumlah orang yang menjadi sasaran komunikator ketika ia menyampaikan pesannya.
B.         Hakikat kemampuan Berbicara
Pada dasarnya kemampuan berbahasa meliputi kemampuan reseptif dan kemampuan produktif. Kemampuan yang bersifat produktif merupakan kemampuan yang menurut kegiatan encoding, yaitu kegiatan untuk menghasilkan bahasa kepada pihak lain baik secara lisan maupun tulisan.1 Kegiatan berbahasa yang bersifat produktif salah satu diantaranya adalah berbicara.
H.G. Tarigan menyatakan bahwa : “Berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata untuk mengekspresikan, meyatakan serta menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan.”2 Hal senada juga dikemukakan oleh Maidar G. Arsyad dan Mukti U.S yang menyatakan bahwa :
“Kemampuan berbicara adalah kemampuan mengucapkan kalimat-kalimat untuk mengekspresikan, menyatakan, menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan. Pendengar menerima informasi melalui rangkaian nada, tekanan dan penempatan persendian (juncture). Jika dilakukan dengan tatap muka, gerak tangan juga berperan.’3

Kemampuan berbicara juga merupakan kesanggupan, kecakapan untuk menyampaikan pikiran secara lisan dalam bahasa yang dipelajari oleh pembelajar. Kemampuan berbicara adalah bagian dari kompetensi komunikatif yang berkaitan erat dalam kegiatan berbahasa siswa. Diharapkan melalui pengajaran keterampilan berbicara, kita dapat melihat sebatas mana kemampuan siswa dalam menguasai kaidah dan aspek kebahasaan yang sedang dipelajari.
   Seperti diketahui, kegiatan berbicara merupakan kegiatan menyampaikan gagasan kepada lawan berbicara pada saat bersamaan kita menerima gagasan dari lawan bicara melalui alat yang dinamakan bahasa. Sebagai alat komunikasi, bahasa mencakup dua aspek. Pertama, adalah bunyi vokal yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Kedua, ialah arti atau makna yaitu hubungan antara rangkaian bunyi vokal dengan benda atau hal yang diwkilinya. Seperti yang diungkapkan Keraf :
Bunyi itu merupakan getaran yang merangsang alat pendengaran kita (yang diserap panca indra kita), sedangkan arti adalah isi yang terkandung di dalam arus bunyi yang menyebabkan reaksi atau tanggapan dari orang lain.4
Selain kedua aspek tersebut, bahasa memiliki aspek yang penting dalam proses berbicara yaitu pembentukan kata dan penyusunan kata yang termasuk dalam tata bahasa serta kosa kata atau perbendaharaan kata.
Seseorang yang ingin berkomunikasi dengan orang lain, pertama sekali ia harus memiliki kemampuan tentang hal yang ingin disampaikan. Setelah itu, hal yang lebih penting adalah cara mengkomunikasikannya. Menurut Nurgiyantoro,
“Kemampuan itu meliputi penguasaan kosakata, kemampuan menyusun kata menjadi kalimat yang terstruktur yang disesuaikan dengan ide atau gagasan yang hendak disampaikan.”5
Selain penguasaan unsur kebahasaan, aspek psikologis dan lingkungan juga sangat menentukan kemampuan berbicara seseorang. Pada umumnya, seseorang yang akan berbicara dengan bahasa yang sedang dipelajarinya. Pada umumnya, seseorang yang akan berbicara dengan bahasa yang akan dipelajarinya, baik dihadapan teman-temannya apalagi penguji yang akan memberikan tes berbahasa lisan, tentu saja merasa tertekan karena ada tuntutan secara tak langsung bahwa ia harus mampu berbicara dengan baik dan benar. Dari rasa tertekan ini, maka timbullah rasa cemas. Kecemasan yang terjadi pada pembelajaran bahasa disebut dengan kecemasan berbahasa atau lebih dikenal dengan istilah language anxiety.6 Dalam hal ini, pembelajaran bahasa erat hubungannya dengan komunikasi langsung.
Dilihat dari segi fisik, munculnya kecemasan berbahasa dicirikan antara lain oleh jantung berdebar-debar, keluarnya keringat dingin, dan naiknya tekanan darah, lalu dari segi kemampuan berbicara antara lain : gagap, susunan kata tidak beraturan, pengulangan kata yang sama dan sebagainya. Oleh karena itu, seseorang dapat dikatakan sebagai pembicara yang baik apabila menguasai unsur kebahasaan serta mampu mengendalikan hambatan psikologis.
Tes kemampuan berbicara harus mempertimbangkan faktor-faktor di atas. Beberapa bentuk tes yang dapat digolongkan sebagai tes berbicara, antara lain :
(1) Tes pembicaraan berdasarkan gambar.
(2) Wawancara
(3) Bercerita
(4) Pidato
(5) Diskusi

Pemberian tugas untuk bercerita kepada siswa juga merupakan salah satu cara untuk mengungkap kemampuan berbicara yang bersifat pragmatis. Untuk dapat bercerita, paling tidak ada dua hal yang dituntut untuk dikuasai siswa, yaitu unsur linguistik (bagaimana cara bercerita, bagaimana memilih bahasa) dan unsur “apa” yang diceritakan. Unsur ketepatan, kelancaran, dan kejelasan cerita juga akan menunjukkan kemampuan berbicara siswa.8
Tugas bercerita dapat dilakukan berdasarkan pengalaman aktivitas sehari-hari, pengalaman melakukan sesuatu, atau buku (cerita) yang dibaca. Menurut Maidar dan Mukti terdapat faktor-faktor kebahasaan dan nonkebahasaan sebagai penunjang keefektifan berbicara. Yang pertama adalah faktor-faktor kebahasaan, yaitu (1) ketepatan ucapan, (2) Penempatan tekanan, nada, sendi, dan durasi yang sesuai, (3) Pilihan kata/diksi, dan (4) Ketepatan sasaran pembicaraan. Selanjutnya, yang termasuk faktor-faktor nonkebahasaan ialah : (1) Sikap yang wajar, tenang, dan tidak kaku, (2) Pandangan harus diarahkan kepada lawan bicara, (3) Kesediaan menghargai pendapat orang lain, (4) Gerak-gerik dan mimik yang tepat, (5) Kenyaringan suara juga sangat menentukan, (6) Kelancaran, (7) relevansi / penalaran, dan (8) Penguasaan topik. (9)Memiliki kelebihan dalam berbicara akan membantu seseorang menjadi seorang pemimpin yang efektif.
Berbicara adalah aktivitas berbahasa kedua yang dilaksanakan manusia dalam kegiatan berbahasa setelah aktivitas menyimak. Berdasarkan bunyi-bunyi  (bahasa) yang didengarnya itulah kemudian manusia belajar mengucapkan dan akhirnya mampu untuk berbicara dalam suatu bahasa yang baik, pembicara harus menguasai lafal, struktur, dan kosa kata bahasa yang bersangkutan. Di samping itu, diperlukan juga penguasaan masalah dan atau gagasan yang akan disampaikan, serta kemampuan memahami bahasa lawan bicara (Nurgiyantoro, 1995:274).
Berbicara pada hakikatnya adalah sebuah proses komunikasi secara lisan antara pembicara dan lawan bicara. Menurut Tarigan (1990:15) berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan serta menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan. Selanjutnya dijelaskan bahwa berbicara merupakan suatu sistem tanda-tanda yang dapat didengar (audible) dan yang kelihatan (visible) yang memanfaatkan sejumlah otot dan jaringan tubuh manusia demi maksud dan tujuan gagasan-gagasan atau ide-ide yang dikombinasi­kan. Berbicara juga merupakan suatu bentuk perilaku manusia yang me­man­fa­atkan faktor-faktor fisik, psikologis, neurologis, semantik, dan linguis­tik sedemikian ekstensif, secara luas sehingga dapat dianggap sebagai alat manusia yang paling penting bagi kontrol social.
Dengan demikian, berbicara itu lebih daripada hanya sekedar pengucapan bunyi-bunyi atau kata-kata. Berbicara adalah suatu alat untuk mengomunikasikan gagasan-gagasan yang disusun serta dikembangkan sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan sang pendengar atau penyimak.
Jadi, berbicara itu sebenarnya merupakan suatu proses bukan kemampuan, yaitu proses penyampaian pikiran, ide, gagasan dengan bahasa lisan kepada komunikan (orang lain atau diri sendiri).
            Dalam berbicara atau berkomunikasi dengan pihak lain, diperlukan adanya beberapa hal atau unsur.  Beberapa unsur dalam proses berbicara atau proses berkomunikasi  tersebut adalah:
1.        pembicara
2.        lawan bicara (penyimak)
3.        lambang (bahasa lisan) 
4.        pesan, maksud, gagasan, atau ide
Brook (dalam Tarigan, 1990:12) menggambarkan proses komunikasi tersebut dalam peristiwa bahasa sebagai berikut:
                        PEMBICARA                                                PENYIMAK
 

                                Maksud                                       Pemahaman
                              (pra-ucap)                                   (past-ucap)
 

                             Penyandian                                                Pembacaan sandi
                            (encoding)                                       (decoding)
                          
  Fonasi                                                Audisi
                     (pengucapan)                                          (pendengaran)
 

                                                          transisi
                                                       (peralihan)
 
            Gambar 1:  Peristiwa Bahasa (Proses Komunikasi/Berbicara)
                                (Brooks dalam Tarigan, 1990)

Menurut Tarigan (1990), tujuan utama dari berbicara adalah untuk berkomunikasi. Agar dapat menyampaikan pikiran secara  efektif, maka seharusnya sang pembicara memahami makna segala sesuatu  yang ingin dikomunikasikan, dia juga harus mampu mengevaluasi efek komunikasinya terhadap para pendengarnya, dan dia juga harus  mengetahui prinsip-prinsip  yang mendasari segala situasi pembicaraan, baik secara umum maupun perseorangan. Pada dasarnya, berbicara itu memiliki tiga maksud utama, yaitu:
1.      memberitahukan, melaporkan (to inform)
2.      menjamu, menghibur  (to intertain)
3.      membujuk, mengajak, mendesak, meyakinkan (to persuade)
            Menurut Brooks (dalam Tarigan, 1990) ada beberapa prinsip umum dalam berbicara yang perlu mendapat perhatian dari orang yang akan melakukan pembicaraan. Beberapa prinsip umum yang mendasari kegiatan berbicara tersebut, antara lain adalah:
  1. Membutuhkan paling sedikit  dua orang. Tentu saja pembicaraan dapat pula dilakukan oleh satu orang, dan hal ini juga sering terjadi di masyarakat.
  2. Mempergunakan suatu sandi linguistik yang dipahami bersama. Meskipun dalam praktik berbicara dipergunakan dua bahasa, namun saling pengertian, pemahaman bersama itu juga sangat penting.
  3. Menerima atau mengakui suatu daerah referensi umum.
  4. Merupakan suatu pertukaran antarpartisipan. Kedua belah pihak  partisipan yang memberi dan menerima dalam pembicaraan saling bertukar sebagai pembicara dan penyimak.
  5. Menghubungkan setiap pembicara dengan yang lainnya dan kepada lingkungannya dengan segera. Perilaku lisan sang pembicara selalu berhubungan dengan responsi yang nyata atau yang diharapkan dari sang penyimak dan sebaliknya. Jadi, hubungan itu bersifat timbal balik atau dua arah.
  6. Berhubungan atau berkaitan dengan masa kini.
  7. Hanya melibatkan aparat atau perlengkapan yang berhubungan dengan suara atau bunyi bahasa dan pendengaran.
  8. Secara tidak pandang bulu mengahdapi serta memperlakukan apa yang nyata dan apa yang diterima sebagai dalil. Keseluruhan lingkungan yang dapat dilambangkan oleh pembicaraan mencakup bukan hanya dunia nyata yang mengelilingi para pembicara tetapi juga secara tidak terbatas dunia gagasan yang lebih luas yang harus mereka masuki.

1)  Rambu-rambu dalam Berbicara

             Suksesnya sebuah pembicaraan sangat tergantung kepada pembicara dan pendengar. Untuk itu, dituntut beberapa persyaratan kepada seorang pembicara dan pendengar. Menurut Arsjad (1991)  hal-hal yang harus diperhatikan oleh seorang pembicara adalah:
  1. Menguasai masalah yang dibicarakan.
Penguasaan masalah ini akan menumbuhkan keyakinan pada diri pembicara, sehingga akan tumbuh keberanian. Keberanian ini merupakan salah satu modal pokok bagi pembicara.
  1. Mulai berbicara kalau situasi sudah mengizinkan.
Sebelum mulai pembicaraan, hendaknya pembicara memperha­tikan situasi seluruhnya, terutama pendengar.
  1. Pengarahan yang tepat akan  dapat memancing perhatian pende­ngar. Sesudah memberikan kata salam dalam membuka pembicaraan, seorang pembicara yang baik akan menginforma­sikan tujuan ia berbicara dan menjelaskan pentingnya pokok pembicaraan itu bagi pendengar.
  2. Berbicara harus jelas dan tidak terlalu cepat.
Bunyi-bunyi bahasa harus diucapkan secara tepat dan jelas. Kalimat harus efektif dan pilihan kata pun harus tepat.
  1. Pandangan mata dan gerak-gerik yang membantu.
Hendaknya terjadi kontak batin antara pembicara dengan pende­ngar. Pendengar merasa diajak berbicara dan diperhatikan. Pandangan mata dalam kasus seperti ini sangat membantu.
  1. Pembicara sopan, hormat, dan memperlihatkan rasa persaudaraan.
Siapapun pendengarnya dan bagaimana pun tingkat pendidikannya pembicara harus menghargainya.  Pembicara tidak boleh mudah terangsang emosinya sehingga mudah terpancing amarahnya.
  1. Dalam komunikasi dua arah, mulailah berbicara kalau sudah dipersilakan. Seandainya kita ingin mengemukakan tanggapan,  berbicaralah kalau sudah diberi kesempatan. Jangan memotong pembicaraan orang lain dan jangan berebut berbicara.
  2. Kenyaringan suara.
Suara hendaknya dapat didengar oleh semua pendengar dalam ruangan itu.  Volume suara jangn terlalu lemah dan jangan terlalu tinggi, apalagi berteriak.
  1. Pendengar akan lebih terkesan kalau ia dapat menyaksikan pembicara sepenuhnya. Usahakanlah berdiri atau duduk pada posisi yang dapat dilihat oleh  seluruh pendengar.

2)  Fungsi Berbicara

            Dalam kehidupan sehari-hari, berbicara merupakan salah satu kebu­tuhan mutlak manusia untuk dapat hidup bermasyarakat secara baik. Seba­gian besar kehidupan kita setiap harinya banyak didominasi oleh kegiatan berbicara.
      Menurut Haryadi (1994) ada beberapa fungsi berbicara. Berbicara  dalam kehidupan dapat berfungsi sebagai:
  1. pemenuhan hajat hidup manusia sebagai makhluk sosial,
  2. alat komunikasi untuk berbagai urusan atau keperluan,
  3. ekspresi sikap dan nilai demokrasi,
  4. alat pengembangan dan penyebarluasan ide/pengetahuan,
  5. peredam ketegangan, kecemasan dan kesedihan.

3)  Berbicara Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa

            Keterampilan berbahasa memiliki empat komponen yang satu sama lainnya memiliki hubungan yang sangat erat. Keempat komponen berbaha­sa tersebut adalah:
  1. keterampilan menyimak (listening skills)
2.   keterampilan berbicara (speaking skills)
  1. keterampilan membaca (reading skills)
  2. keterampilan menulis (writing skills)
(Nida, Harris, dalam Tarigan, 1990)
Setiap keterampilan berbahasa tersebut memiliki hubungan yang erat dengan tiga keterampilan berbahasa lainnya. Dalam memperoleh keterampilan berbahasa, biasanya kita melalui suatu hubungan urutan yang teratur: mula-mula pada masa kecil kita belajar menyimak bahasa, kemudian berbicara, sesudah itu kita belajar membaca dan menulis.
    Untuk mempermudah dalam melihat hubungan antarkomponen kete­ram­­pilan berbahasa tersebut, perhatikan gambar berikut ini.
          
            langsung
  apresiatif             menyimak       komunikasi          berbicara        langsung
 tatap muka                                   produktif                     reseptif                                                                                               ekspresif
fungsional   
                                               
                                                            Keterampilan

                                                            Berbahasa

 

tak langsung                                                                                     tak langsung
   produktif                                 komunikasi
               reseptif                menulis        tidak tatap             membaca         apresiatif
                                                muka                                              reseptif
                                                                                         fungsional      
 

Gambar 2:
 Keterampilan berbahasa dan hubungannya satu sama lain (Tarigan, 1990)

Menurut Harris (dalam Tarigan, 1990) ada beberapa komponen berbahasa yang perlu mendapat perhatian dalam praktik keterampilan berbahasa. Komponen-komponen berbahasa tersebut  dapat dilihat pada gambar berikut.


Komponen

Keterampilan
Berbahasa


Menyimak
Berbicara
Membaca
Menulis
Fonologi
v
v


Ortografi
-
-
V
v
Struktur
v
v
V
v
kosa kata
v
v
V
v
kecepatan
kelancaran
umum
v
v
V
v

Gambar 3:
Komponen-komponen yang perlu mendapat perhatian                                dalam  praktik keterampilan berbahasa

C.      Berbicara dan Pembelajaran Bahasa Indonesia
Keterampilan berbicara dalam mata pelajaran bahasa Indonesia di MTs saat ini, arah pembinaan bahasa Indonesia di sekolah dituangkan dalam tujuan pengajaran bahasa Indonesia yang secara eksplisitdinyatakan dalam kurikulum.
Secara garis besar tujuan utama pengajaran bahasa Indonesia adalah agar anak-anak dapat berbahasa Indonesia dengan baik. Hai ini berati agar siswa mampu menyimak, berbicara, membaca, dan menulis dengan baik menggunakan media bahasa Indonesia ( Samsuri, 1987)
Pengajaran bahasa Indonesia diupayakan mungkin menguasai keterampilan berbahasa Indonesia, seperti:
1.      Menulis laporan ilmiah atau laporan perjalanan
2.      Membuat surat lamaran pekerjaan
3.      Berbicara di depan umum atau berdiskusi
4.      Berpikir kritis dan kreatif dalam membaca
5.      Membuat karangan-karangan bebasuntuk majalah, koran, surat-surat pembaca, brosur-brosur, dan sebagainya.
Kegiatan-kegiatan praktis itulah yang menjadi tujuan diberikannya keterampilan berbahasa kepada siswa. Siswa mampu dan bisa melakukan hal-hal yang tertera di atas.
Dalam lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk satuan pendidikan dasar dan menengah, khususnya standar kompetensi dasar mata pelajaran bahasa Indonesia SMP/MTs secara eksplisit dinyatakan bahwa bahasa memiliki peran sentral dalam perkembangan intelektual, soaial dan emosional peserta didik dan merupakan penunjang keberhasilan dalam mempelajari semua bidang studi.
Pembelajaran bahasa diharapkan membantu peserta didik mengenal dirinya, budayanya, dan budaya orang lain, mengemukakan gagasan dan perasaan, berpartisipasi dalam masyarakat yang menggunakan bahasa tersebut, dan menemukan serta menggunakan kemampuan analitis dan imajinatif yang ada dalam dirinya.
Pembelajaran bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan kemampuan peserta didik untuk berkomunikasi dalam bahasa Indonesia dengan baik dan benar, baik secara lisan maupun tulis, serta menumbuhkan apresiasi terhadap hasil karya kesastraan manusia Indonesia.
Standar kompetensi mata pelajaran bahasa indonesia merupakan kualifikasi kemampuan minimal peserta didik yang menggambarkan penguasaan pengetahuan, keterampilan berbahasa, dan sikap positif terhadap  bahasa dan sastra Indonesia. Standar kompetensi ini merupakan dasar bagi peserta didik untuk memahami dan merespon situasi lokal, regional,nasional, dan global.
Dengan standar kompetensi mata pelajaran bahasa Indonesia diharapkan
1.      Peserta didik dapat mengembangkan potensinya sesuai dengan kemampuan, kebutuhan, dan minatnya, serta dapat menumbuhkan penghargaan terhadap hasil karya kesastraan dan hasil intelektual bangsa sendiri.
2.      Guru dapat memusatkan perhatian kepada pengembangankompetensi bahasa peserta didik.
Dengan menyediakan berbagai kegiatan berbahasa dan sumber belajar
1.      Guru lebih mandiri dan leluasa dalam menemukan bahan ajar kebahasaan dan kesastraan sesuai dengan kondisi lingkungan sekolah dan kemampuan peserta didiknya
2.      Orang tua dan masyarakat dapat secara aktif terlibat dalam pelaksanaan program kebahasaan dan kesastraan di sekolah.
3.      Sekolah dapat menyusun program pendidikan tentang kebahasaan dan kesastraan sesuai dengan keadaan peserta didik dan sumber belajar yang tersedia
4.      Daerah dapat menentukan bahan dan sumber belajar kebahasaan dan kesastraan sesuai dengan kondisi dan kekhasan daerah dengan tetap memperhatikan kepentingan nasional.
Tujuan Mata pelajaran Bahasa Indonesia
Tujuan mata pelajaran bahasa Indonesia adalah agar peserta didik
1.      Berkomunikasi secara aktif dan efisien sesuai dengan etika yang berlaku, baik secara lisan maupun tulis.
2.      Menghargai dan bangga menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan dan bahasa negara.
3.      Memahami bahasa Indonesia dan menggunakannya dengan tepat dan kreatif untuk berbagai tujuan
4.      Menggunakan bahasa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan intelektualserta kematangan emosional dan sosial
5.      Menikmati dan memanfaatkan karya sastrauntuk memperluas wawasan, dan memperhalus budi pekerti, serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa.
Menghargai dan membanggakan bahasa dan sastra Indonesia sebagai khazanah budaya dan intelektual manusia Indonesia. Sedangkan ruang lingkup mata pelajaran bahasa Indonesia mencakupi komponen kemampuan berbahasa dan kemampuanbersastra yang meliputi aspek-aspek:
1)      Mendengarkan
2)      Berbicara
3)      Membaca, dan
4)      Menulis
Berdasarkan pernyataan tersebut dapat ditegaskan bahwa keterampilan berbicaramerupakan salah satu aspek kemampuan berbahasa yang wajib dikembangkan di SMP/MTs. Keterampilan berbicara memiliki posisi dan kedudukan yang setara dengan aspek keterampilan berbahasa lainnya.
Standar kompetensi dan kompetensi dasar keterampilan berbicara dalam mata pelajaran bahasa Indonesia di SMP/MTs berdasarkan standar isi dalam lampiran peraturan Mendiknas nomor 22 tahun 2006 Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar keterampilan berbicara mata pelajaran bahasa Indonesia adalah sebagai berikut:
1.      Mengungkapkan pengalaman  dan informasi melalui kegiatan berbicara dan menyampaikan pengumuman.
a.       Menceritakan pengalaman yang paling mengesankan dengan menggunakan pilihan kata dan kalimat efektif.
b.      Menyampaikan pengumuman dengan intonasi yang tepatserta menggunakan kalimat-kalimat yang lugasdan sederhana.
Berdasarkan standar kompetensi dan kompetensi dasar tersebutdapat disimpulkan bahwasiswa SMP/MTs diharapkan mampu mengembangkan dua kompetensi dasar yaitu
1)      Menceritakan pengalaman yang paling mengesankan dengan menggunakan pilihan kata dan kalimat efektif
2)      Menyampaikan pengumuman dengan kalimat-kalimat dan intonasi yang tepatserta menggunakan kalimat-kalimat yang lugas dan sederhana.
Pada penelitian ini lebih difokuskan pada keterampilan berbicara dalam rangka peningkatan kemampuan berbicara siswa yang diarahkan agar siswa memiliki kemampuanuntuk
1)      berkomunikasi secara efektif dan efisien sesuai dengan etika yang berlaku secara lisan
2)      menghargai dan bangga menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan dan bahasa negara.

D.      Tentang Bermain Peran
Metode bermain peran menurut buku metode pengembangan bahasa (Universitas Terbuka, 2006: 7-38) adalah memerankan tokoh-tokoh atau benda-benda disekitar anak dengan tujuan untuk mengembangkan daya khayal (imajinasi) dan penghayatan terhadap bahan pengembangan yang dilaksanakan.
Metode bermain peran ini dikategorikan sebagai metode mengajar yang berumpun pada metode perilakuyang diterapkan dalam pengajaran. Karakteristiknya adalah adanya kecenderungan memecahkan tugas beajar dalam sejumlah perilaku yang berurutan, kongkrit dan dapat diamati. Secara eksplisit dapat dikatakan bahwa, bermain peran dapat ditujukan untuk memecahkan masalah-masalahyang berhubungan dengan antar manusia (human relations problem) yang berkaitan dengan kehidupan anak didik.
Bermain peran dalam metode pengembangan bahasa (UT, 2006:38) bertujuan:
1)        Melatih daya tangkap
2)        Melatih anak berbicara lancar
3)        Melatih daya konsentrasi
4)        Melatih membuat kesimpulan
5)        Membantu pengembangan intelegensi
6)        Membantu perkembangan fantasi
Bermain peran merupakan suatu aktivitas anak yang alamiahkarena sesuai dengan cara berpikir anak, yaitu berpikir abstrak dan simbolik. Banyak ahli yang meneliti dan memberi perhatian terhadap aktivitas ini sehingga menghasilkan penemuan dan teori yang menjadi dasar keilmuan bagi kajian bermain peran.
Tahap-tahap perkembangan bermain peran adalah
1)      Awal pura-pura
2)      Pura-pura dengan dirinya
3)      Pura-pura dengan yang lain
4)      Pengganti
5)      Pura-pura dengan objek atau orang
6)      Urutan yang belum berbentuk cerita
7)      Urutan cerita
8)      Perencanaan
Menurut Fein dan Smilansky dalam Gunarti (2008:10.8) dalam bermain peran anak menggunakan simbol, seperti kata-kata, gerakan dan mainan anakmewakili dunia yang sesungguhnya. Bermain peran sering digunakan untuk melatih keterampilan berbicara anak melalui dialog-dialog yang dibawakannya.  
Untuk berdialog sekurang-kurangnya siswa harus dapat memahami apa yang dikatakan kepadanya dan berbicara dengan bahasa yang dapat dimengerti oleh teman sebayanya. Dengan demikian, dalam bermain peran harus mengikuti langkah-langkah sebagai berikut:
1)      menyiapkan naskah, alat, media dan kostum yang akan digunakan dalam bermain peran
2)      menerangkan teknik bermain peran dengan cara sederhana
3)      memberi kebebasan kepada anak untuk memilih peran yang disukainya;
4)      menetapkan peran pendengan (anak yang tidak ikut bermain);
5)      menetapkan dengan jelas masalah dan peranan yang harus mereka mainkan;
6)      menyarankan kalimat pertama yang baik diucapkan oleh pemain untuk memulai; menghentikan permainan pada detik-detik situasi sedang memuncak dan kemudian membukadiskusi umum (Gunarti, 2008:10.19).
kunci keberhasilan bermain peran dalam pengembangan bahasa adalah siswa dapat mengekspresikan berdialog dan berdiskusidiakhir kegiatanbermain peran yang telah dilaksanakan.
Kemampuan yang diharapkan dalam penggunaan metode bermain peran dalam meningkatkankemampuan berbicaradapat dilaksanakan melaluipenguasaan materi, keterlibatan guru, pemberian motivasi pada anak, mengeksplorasi dan pengayaan.


E.       Kerangka Berfikir
Kemampuan berbicara adalah suatu daya, kecakapan, keterampilan dalam menggunakan otak kiri dan otak kanan untuk menyampaikan suatu gagasan atau ide ke dalam keterampilan berbicara yang sistematis dan logis, sehingga mudah dimengerti oleh lawan bicaranya.
Untuk mengetahui masalah tersebut, maka diperlukan suatu metode alternatif yang mampu menimbulkan minat siswa terhadap pembelajaran berbicara. Salah satu metode yang sangat cocok diterapkan pada pembelajaran kemampuan melaporkan suatu peristiwa adalah metode bermain peran Metode ini merupakan suatu metode yang menyerahkan kepada siswa bagaimana memperagakan dan berdialog sesuai denagn skenario. Siswa dijadikan subyek belajar sedangkan guru berperan sebagai fasilitator yang akktif memfasilitasi siswa.
Metode ini lebih menekankan kepada siswa dalam menggunakan kecerdasan emosi yang dimilikinya. Siswa mengamati penampilan yang sedang bermain peran kemudian dibawa pada situasi belajar berkelompok yang menyenangkan, sehingga mereke bebas mengekspresikanisi pikirannya. Diharapkan melalui situasi pembelajaran tersebut, siswa dapat berinteraksi dengan baik dengan teman-temannya. Dari hal itu, akan terlihat peningkatan belajar siswa dalam berbicara.





BAB III

METODE PENELITIAN


A.      Subjek, Lokasi, dan Waktu Penelitian
Yang menjadi subjek penelitian tindakan kelas ini adalah siswa kelas IXD  MTs Negeri Tanggeung yang berjumlah 35 siswa.Penelitian ini dilakukan pada tahun pelajaran 2015/2016  yang berlokasi di Jalan Jalan raya Tanggeung-Sd barang Desa Tanggeung Kec. Tanggeung Kab. Cianju.. Waktu penelitian dilaksanakan pada  bulan September sampai dengan November 2015.
B.       Prosedur Penelitian
1.   Perencanaan,
Dalam merencanakan tindakan peneliti terlebih dahulu mengadakan
pengamatan awal yang meliputi hal-hal berikut ini:
a.              Wawancara dengan beberapa siswa kelas IX mengenai pembelajaran bahasa Indonesia, terutama pada pembelajaran aspek berbicara.
b.             Mengidentifikasi kesulitan yang dialami siswa pada saat pembelajaran bahasa Indonesia, terutama pada aspek  berbicara.
c.              Merencanakan prapelaporan secara lisan dengan memberi penjelasan kepada siswa mengenai hal-hal yang harus diperhatikan dalam berbicara.
d.             Memilih kolaborator berdasarkan kesediaan dan izin dari pihak sekolah.
            Pada tahap merencanakan tindakan penelitian, peneliti menyiapkan segala hal yang diperlukan untuk menerapkan pendekatan pengamatan dalam kegiatan pembelajaran berbicara di kelas. Adapun kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam tahap perencanaan ini adalah sebagai berikut:
a.              Menentukan kompetensi dan tujuan yang akan dicapai.
b.             Menyiapkan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) sesuai dengan kompetensi dan tujuan yang akan dicapai.  
c.              Menyiapkan media pembelajaran yang diperlukan dalam rangka optimalisasi keterampilan berbicara siswa melalui pendekatan pengamatan.
d.             Menyiapkan format penilaian.

2.             Pelaksanaan/pengamatan,
Selama pelaksanaan proses pengamatan ini, peneliti dibantu oleh mitra guru (kolaborator) melihat dan mencatat apakah tindakan-tindakan yang dilakukan sudah sesuai dengan perencanaan. Selain itu kolaborator pun memberikan masukan atau saran terhadap apa yang telah dilakukan oleh peneliti dan mendiskusikan hasil kegiatan belajar mengajar di kelas.
            Pengumpulan data  dilakukan dengan mengisi format observasi berupa pengamatan terhadap skenario tindakan dari waktu ke waktu, serta dampaknya terhadap hasil pembelajaran siswa. Data tersebut untuk menggambarkan keaktifan siswa, antusias siswa, dan lain-lain.
            Berikut ini format observasi yang digunakan.
FORMAT OBSERVASI
NO
Kegiatan (Hal-hal yang Diamati)
Keterangan
1.



2.
Kegiatan Guru
a.       Pengelolaan KBM
b.      Penjelasan Materi
c.       Strategi Pembelajaran
Kegiatan Siswa
a.       Respon Siswa
b.      Penguasaan Pemahaman Materi
c.       Kemajuan Siswa
d.      Saran-saran


        Selanjutnya, untuk mengetahui keberhasilan siswa, apakah kemampuan berbicara melalui bermain peran mereka telah meningkat, peneliti menentukan indikator penilaian keberhasilan berbicara bagi siswa MTsN Tanggeung kelas IX-D. Dalam menentukan indikator keberhasilan peningkatan kemampuan melaporkan suatu peristiwa secara lisan siswa melalui keterampilan berbicara, peneliti mengacu pada teori yang telah ada.
Setelah selesai merencanakan tindakan maka tindakan yang selanjutnya adalah melaksanakan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang telah disusun. Kegiatan pelaksanaan tindakan ini merupakan tindakan pokok dalam siklus PTK, Pada saat yang bersamaan kegiatan ini juga dibarengi dengan kegiatan observasi diikuti kegiatan refleksi. Dalam tahap ini peneliti bertindak sebagai pegajar, guru lain dari mata pelajaran yang sama bertindak pengamat atau kolaborator, dan kelas sebagai kelompok siswa yang sedang belajar.

3.      Refleksi
Dalam tahap ini, peneliti dan kolaborator membicarakan hasil pengamatan terhadap kegiatan pelaporan peristiwa secara lisan. Jika nilai atau skor siswa dalam pelaporan peristiwa labih rendah dari indikator yang ditetapkan, maka peneliti menganggap bahwa keterampilan berbicara siswa belum meningkat, sehingga diperlukan langkah-langkah perbaikan untuk perencanaan selanjutnya. Langkah-langkah perbaikan tersebut akan diuraikan pada siklus berikutnya
C.   Metode dan Teknik Pengumpulan Data
Penelitian ini dilakukan dengan metode tindakan kelas (action research). Suharsimi Arikunto (2006; 106)  menegaskan bahwa dasar utama Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini adalah untuk perbaikan dan peningkatan layanan profesional pendidik dalam menangani proses belajar mengajar, dengan melakukan berbagai tindakan alternatif dalam memecahkan persoalan pembelajaran. Dengan kata lain, tujuan penting dari PTK adalah memberikan solusi berupa tindakan untuk mengatasi permasalahan pembelajaran.
            Menurut Depdikbud Dirjen Pendidikan Tinggi (1999; 6)   desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah model Stephen Kemmis dan Mc Taggart yang mencakup empat langkah, yaitu : 1) merencanakan tindakan ; 2) Melaksanakan tindakan dan pengamatan ; 3) merefleksikan hasil pengamatan ; 4) revisi perencanakan dan pengembangan tindakan selanjutnya.
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara pengamatan, dan pelaksanaan tes keterampilan berbicara. Secara lengkap teknik pengumpulan data dalam penelitian ini sebagai berikut:
1.    Fakta atau keadaan sebenarnya di lapangan diperoleh melalui pengamatan langsung di sekolah tersebut dan siswa kelas IX-D. Jenis data yang didapatkan adalah data kualitatif
2.    Nilai keterampilan berbicara siswa diperoleh dari pengamatan pada setiap siklus.
Kemajuan dan kekurangan setiap pertemuan, baik yang dilakukan guru maupun siswa ditulis dalam catatan peneliti dan jurnal kolaborator, serta lembar refleksi pembelajaran siswa. Jenis data yang dilaporkan adalah kualitatif.
D.   Teknik Analisis Data
Teknik analisis data menggunakan teori triangulasi, mengolah data dari tiga sumber yaitu:
1.         Hasil pengamatan berbicara siswa melalui bermain peran
2.         Catatan peneliti
3.         Catatan kolaborator 
Setelah data terkumpul, hasil observasi dianalisis dengan metodedeskripsi kualitatif sedangkan hasil belajar didokumentasikan kemudian dianalisis melalui proses pembelajaran dengan membandingkan hasil yang dicapai pada siklus 1 dan 2 dengan rumus sebagai berikut
K=  _N__x 100%
      n


Keterangan
K           : Kecenderungan
N           :Jumlah hasil observasi
N           : Jumlah sampel
100%     : Bilangan konstanta (Wardani, 2008:5.10)





BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


A.         Deskripsi Hasil Penelitian

Selama pelaksanaan tindakan kelas berlangsung diupayakan untuk direkam. Sarana untuk merekam kegiatan tersebut dilakukan melalui observasi, baik menyangkut guru maupun siswa. Data yang terkumpul adalah data kualitatif. Data kualitatif dilakukan melalui observasi dan evaluasi dalam pelaksanaan pembelajaran, yang dilakukan oleh observer dengan alat bantu lembar observasi 

1)        Pelaksanaan Siklus 1

a.    Perencanaan
Hasil refleksi awal sebelum penelitian ini dilakukan adalahdi kelompok B terdapat permasalahan siswa dalam belajar, yaitu kurangnya kemampuan berbicara. Untuk meningkatkan kemampuan tersebut maka ditetapkan penggunaan metode bermain dalam kegiatan pembelajaran. Oleh karena itu, dalam perencanaan penelitian initelah dilakukan persiapan rencana pembelajaran. Menetapkan fokus observasi dan aspek-aspek yang akan diamati meliputi siswa, guru, dan penggunaan metode, menetapkan cara pelaksanaan refleksi dan perilaku refleksidan menetapkan kriteriakeberhasilandalam upaya pemecahan masalah.
b.    Tindakan
Dilaksanakan tanggal 16 sampai dengan 19 September 2014 dengan tema Perjuangan sedangkan sub temanya adalah perjuangan Raden Dewi sartika. Metode yang digunakannya adalah bermain peran. Adapun langkah-langkah yang telah dilaksanakan adalah:
1)        Kegiatan Pembukaan
-       Salam dan berdoa
-       Tanya jawab tentang kepahlawanan
2)        Kegiatan Inti
-       Menggambar tentang seorang sosok pahlawan yang dikenal
-       Bermain peran mengenai Raden Dewi sartika
3)        Kegiatan Penutup
-       Diskusi dan tanya jawab tentang kepahlawanan
-       Menyimpulkan hasil pembelajaran
-       Doa tutup
c.    Pengamatan
Tahap pelaksanaan observasi dilakukan bersamaan dengan pelaksanaan tindakan. Hasil observasi pada siklus 1 menunjukkan:
1)             Guru belum optimal dalam menggunakan metode bermain peran dalam pembelajaran.
2)             Pada tahap kegiatan ini tidak dilakukan pengelolaan interaksi kelas secara optimal sehingga ada anak yang masih ribut sendiri.
3)             Penggunaan waktu juga belum tepat sesuai dengan yang telah direncanakan, sehingga kegiatan pembelajaran tidak optimal dan siswa tidak diberikan kesempatan untuk bertanya.

d.   Refleksi
Berdasarkan hasil observasi dan hasil belajarsiswa pada siklus 1 ditemukan sejumlah permasalahan siswa, yaitu pada proses dan hasil belajar siswa. Pada proses kegiatan pembelajaran, khusus pada tahap bermain peran sebagian anak masih takut mengungkapkan imajinasinya dan masih kurang aktif dalam berbicara/berdialog.
Sedangkan hasil belajar siswa pada siklus 1 menunjukkan persentase 50%. Pada siklus 1 ini anak yang mencapai indikator sebanyak 17 orang dan setelah diadakan perbaikan jumlah anak yang dapat mencapai indikator sebanyak 20 orang. Jika dibandingkan sebelumnya ada kemajuan yaitu ada penambahan siswa yang mencapai indikator keberhasilan yaitu sebanyak 3 orang. Keberadaan jumlah siswa yang mencapai indikator ini masih dianggap rendah dari sejumlah siswa yang ada. Untuk memperbaiki kekurangan itu kemudian diadakan perbaikan pada tindakan selanjutnya dengan cara sebagai berikut:
1)      Mengoptimalkan penggunaan metode yang dipakai guru.
2)      Pengelolaan interaksi kelas harus tepat sehingga siswa dapat belajar dengan baik dan menyenangkan.
3)      Penggunaan alokasi waktu harus sesuai dengan alokasi waktu yang ditentukan  sehingga ada waktu unuk diskusi dan tanya jawab


Di bawah ini dikemukakan tabel hasil perbaikan siklus 1
,no
Aspek yang dievaluasi
Hasil Evaluasi
01
Kegiatan membuka pembelajaran
Baik
02
Kegiatan inti pembelajaran
Baik
03
Kegiatan penutup pembelajaran
Baik
04
Rata-rata hasil kegiatan pembelajaran yang dilakukan guru
Baik
05
Rata – rata hasil kegiatan pembelajaran anak
baik

Hasil perbaikan yang tertera pada tabel di atas menunjukkan adanya perubahan dari tindakan sebelumnya. Semua aspek kegiatan baik guru maupun siswa adanya perubahan yang baik.

2)        Pelaksanaan Siklus 2

a.         Perencanaan
Berdasarkan hasil refleksi pada siklus 1 masih terdapat permasalahan dalam kegiatan pembeajaran dan hasil belajar siswa. Rendahnya hasil belajar siswa ditunjukan dengan pencapaian persentasebelajar yang hanya 50%. Untuk meningkatkan hasil belajar tersebut maka strategi guru dalam penggunaan metode bermain peran perlu diperhatikan. Oleh karena itu dalam siklus 2 direncanakan penggunaan metode bermain peran akan dilaksanakan seoptimal mungkin. Meliputi rencana kegiatan pembelajaran yang tertuang dalam RPP siklus 2.
b.         Pelaksanaan dan hasil pengamatan
Pelaksanaan siklus 2 dilaksanakan tanggal 7 sampai dengan 10 Oktober 2015 dengan tema kepahlawanan dengan sub tema pahlawan nasional dengan menggunakan metode bermain peran. Langkah-langkah pada siklus 2 ini adalah sebagai berikut:
1)             kegiatan pembukaan
-       salam dan berdoa
-       tanya jawab tentang pahlawan nasional
-       menyebutkan pahlawan nasional yang siswa ketahui
2)             kegiatan inti
-       bermain peran dengan memerankan pahlawan diponogoro
-       siswa lain mengamati setiap adegan yang bermain peran terutama dalam percakapnnya.
3)             kegiatan penutup
-       menyebutkan pahlawan yang diketahui
-       mengomentara setiap adegan dan dialog sang pemeran tokoh
-       doa tutup
c.              observasi
tahap observasi dilakukan dilakukan bersamaan proses pembelajaran berlangsung. Hasil observasi terhadap tindakan pada siklus 2 ini dapat diuraikan sebagai berikut:
1)            guru sudah berupaya mengoptimalkan kegiatan pembelajaran dengan  metode bermain peran.
2)             Guru sudah mulai disiplin penggunaan waktu selama kegiatan pembelajaran berlangsung
3)            Kegiatan pembelajaran dimulaidengan tahap orientasi, implementasi, dan review serta anak diberi kesempatan untuk bertanya.
d.       Evaluasi dan refleksi
Tahap observasi dan hasil belajar siswa pada siklus 2 menunjukkan adanya perbaikan, baik hasil belajarmaupun proses belajar. Pada proses kegiatan pembelajaran sudah dapat berjalan dengan baik, sedangkan hasil belajar anak pada siklus 2 telah mencapai 85,7%, jika dibandingkan dengan kondisi sebelumnya, telah menunjukan suatu kemajuan yang signifikan.
Dari hasil tindakan 2 ini sudah menunjukkan ketercapaian indikator hasil belajar di antaranya:
1)      anak rata-rata tertarik dan antusias terhadap kegiatan bermain peran.
2)      Anak menjadi berani tampil dan dapat mengungkapkan imajinasinya.
3)      Anak mampu memainkan beberapa peran dengan baik.
4)      Anak terlibat aktif dalam pembelajaran di kelas.
5)      Anak dapat melaksanakan kegiatan dengan menyengkan melalui bermain peran.
Kondisi hasil tindakan pada siklus 2 ini dapat dilihat pada tabel berikut ini


No

Aspek yang dievaluasi

Hasil Evaluasi
01
Kegiatan membuka pembelajaran
Baik
02
Kegiatan inti pembelajaran
Baik
03
Kegiatan penutup pembelajaran
Baik
04
Rata-rata hasil kegiatan pembelajaran yang dilakukan guru
Baik
05
Rata – rata hasil kegiatan pembelajaran anak
Baik



B.     Pembahasan
a)      Siklus 1
Dari hasil perbaikan siklus 1 ini menunjukkan adanya peningkatan kemampuan berbicara siswa dalam kegiatan pembelajaran. Hal ini terbukti dari dari perbandingan antara praperbaikan dan setelah perbaikan. Dari data terlihat bahwa sebelum perbaikan jumlah anak yang dapat mencapai indikator hanya 17 orang sedangkan data setelah perbaikan bertambah menjadi 20 orang.  Hal ini men unjukkan bahwa pada tahap ini sudah ada perbaikan walaupun sedikit.
Refleksi proses pembelajaran yang dilakukan oleh peneliti pada siklus ini menunjukkan hasil siklus yang lebih baik. Hal ini dapat dihitung dengan rumus

K= _N__x 100%
      n
K= 20 X 100%
     35
K= 57%

Faktor-faktor keberhasilan dan kelemahan yang tampak pada siklus I adalah
1.      50% siswa dapat meningkatkan kemampuan berbicara melaluimetode bermain peran.
2.      Sebagian besar anak belum bisa aktif dalam bermain peran.
3.      Sebagian besar anak masih takut dalam mengungkapkan imajinasinya.
4.      Guru belum bisa mengoptimalkan metode yang digunakan dalam bermain peran.
         
          Dari temuan di atasdapat diperoleh kesimpulan bahwa secara keseluruhan anak belum dapat mencapai indikatoryang ditetapkan sehingga diperlukan perbaikan siklus ke-2.

b)   Siklus ke-2
Berdasarkan pelaksanaan kegiatan pembelajaran pada siklus 1 maka pada siklus 2pelaksanaan pembelajaran sudah berjalan dengan baik, ini dapat dilihat pada data dari 35 orang siswa terdapat 30 orang yang sudah mencapai indikator keberhasilan atau sebanyak 85,7%.
Refleksi proses pembelajaranyang dilakukan oleh peneliti pada siklus ini menunjukkan hasil siklus yang lebih baik. Hasil dapat dihitung pada rumus

K= _N__x 100%
      n
K= 30 X 100%
     35
K=85,7%

Faktor-faktor keberhasilan pada siklus 2 ini dapat dilhiat sebagai berikut:
1.      Sebesar 85,7% siswa dapat meningkatkan kemampuan berbicaranyamelalui metode bermain peran.
2.      Anak menjadi berani tampil dan berani mengungkapkan imajinasinya ketika bermain peran.
3.      Anak mampu memainkan beberapa macamperan dengan baik
4.      Anak aktif dalam pembelajaran karena mempunyai minat yang besar pada kegiatan bermain peran.
5.      Siswa dapat melaksanakan kegiatan dengan menyenangkan pada kegiatan bermain peran.
Dengan demikian berdasarkan pelaksanaan kegiatan pembelajaranbermain peran yang dimulai dengan siklus ke1 dan ke-2 telah menunjukkan terjadinya perbaikan proses pembelajaran.
Secara umum hasil belajar yang terlihat dari kedua siklus ini adalah adanya peningkatan kemampuan berbicara siswa. Hal ini dapat kita lihat dari hasil perbandingan antara siklus s1 dan siklus 2. Pada siklus 1 sebanyak 50% yang mencapai indikator sedangklan pada siklus 2 sebesar 85,7%. Dengan demikian terjadi kenaikan dari siklus 1 ke siklus 2 adalah sebesar 35%.
Pada siklus 2 perubahan sangat signifikan. Artinya siklus 2 berhasil meningkatkan kemampuan berbicara siswa melalui bermain peran. Dari hasil pengamatan peneliti siklus 2 memiliki keunggulan yakni:
1)             Menunjukkan rata-rata anak tertarik pada kegiatan bermain peran.
2)             Anak menjadi berani tampildan dapat mengungkapkan imajinasinyadalam bermain peran.
3)             Anak mampu memainkan beberapa peran dengan baik
4)             Anak terlibat aktif dalam pembelajaran di kelas
5)             Anak dapat melaksanakan kegiatan dengan menyenangkan.


BAB V

SIMPULAN DAN SARAN


A.      Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian tersebut diperoleh simpulan sebagai berikut:
1.      Pembelajaran dengan menggunakan metode bermain peran yang dilakukandengan baikdapat meningkatkan kemampuan berbicara pada siswa MTsN Tanggeung kelas IXD.
2.      Daya serap siswa terhadap pembelajaran rata-rata tinggi yang mencapai 50% pada siklus ke-1 dan 85,7% pada siklus ke-2.
3.      Pembelajaran dengan menggunakan metode bermain peran sangat baik dan dapat meningkatkan kemampuan berbicara anak.

B.       Saran

Saran yang dapat dissampaikan dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut
1.      Guru hendaknya mampu mencari metode yang tepat sesuai dengan kondisi siswa di kelas.
2.      Guru harus lebih bisa memotivasi siswaagar siswa mampu yerus eningkatkan kemampuan berbicaranya.
3.      Guru harus inovatif dalam menyusun strategi pembelajaran khususnya strategi bermain peran.


DAFTAR PUSTAKA


Ariani, Farida. 1995. Keterampilan Berbicara. Jakarta: Departemen Pendidikan  dan Kebudayaan RI Berbicara Bahasa Indonesia. Jakarta: Erlangga
Arikunto, Suharsimi. dkk. 2006. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi Aksara.
Arsjad, Maidar G. dan Mukti U.S. 1991. Pembinaan Kemampuan
Citrobroto, R.I. Suhartin. 1979. Prinsip-Prinsip dan Teknik Berkomunikasi. Jakarta: Bhatara
Depdiknas.2004. Kurikulum Pedoman Penyusunan Silabus. Jakartta: Depdiknas
Dhieni, Nurbiana. Dkk. 2005. Metode pengembangan Bahasa.Jakarta: Universitas Terbuka
Dipodjojo, Asdi S. 1982. Komunikasi Lisan. Yogyakarta: Lukman
Gunarti, Winda dkk.2008. Metode pengembangan perilaku dan Kemampuan Dasar PAUD.Jjakarta: Universitas Terbuka
Hadinegoro, Luqman. 2003. Teknik Seni Berpidato Mutakhir. Yogyakarta: Absolu
Haryadi, 1994. Pengantar Berbicara. Yogyakarta: IKIP Yogyakarta
Nurgiantoro Burhan, Penilaian dalam Pengajaran Bahasa dan Sastra (Yogyakarta: BPFE, 1987), hlm. 253 – 266.
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 1996. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Tarigan, Henry Guntur. 1990. Berbicara Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Cetakan ke-6. Bandung: Angkasa
Wardhani Igak dan Wihardit Kuswaya. 2008. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Universitas Terbuka
.

.







Rekonstruksi pendidikan idul adha

Rekonstruksi Pendidikan Idul Adha Oleh  Apep Munajat (Penulis Adalah Pengurus Pergunu Kabupaten Cianjur, Mahasiswa Program Doktor UN...